Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batasi Investasi Industri Perusak Lingkungan!

Kompas.com - 03/05/2009, 17:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -  Tokoh lingkungan hidup Indonesia, Profesor Emil Salim, berpendapat, dunia sebaiknya membatasi penanaman modal untuk industri yang berpotensi merusak lingkungan.

"Sebaiknya demikian, saya teringat pada Norwegia yang konsisten menghentikan industri di bidang-bidang yang berpotensi merusak lingkungan dan kesehatan yang dibiayai bank-bank atau institusi pembiayaan internasional. Itu misalnya, industri rokok," katanya, di Nusa Dua, Bali, Minggu (3/5) petang.

Salim berada di Nusa Dua sebagai salah satu pembicara dalam seminar "Responding to the Inevitable: Climate Change Adaptation Challanges and Opportunities in Asia Pacific", pada Sidang Tahunan ke-42 Bank Pembangunan Asia (ADB), di Nusa Dua, Bali.

Menurut Salim sekalipun skema kompensasi karbon telah diberlakukan secara global melalui mekanisme tertentu, namun sebetulnya institusi pembiayaan internasional juga harus bertanggung jawab untuk menurunkan tingkat produksi karbon dunia.

Salah satu caranya, menurut ahli ekonomi Indonesia itu, adalah dengan turut mengawasi pemakaian dana pembiayaan yang diberikan institusi keuangan internasional. "Inilah juga, saya kira, yang dilewatkan oleh ADB," katanya, diikuti tepuk tangan hadirin.
    
Pembicara lain pada seminar itu, Wakil Presiden ADB untuk Manajemen Pengetahuan dan Pembangunan Berkelanjutan, Ursula Schaefer-Preuss, menyatakan, pemerintah di kawasan Asia dan Pasifik secara nyata harus mengembangkan strategi penyesuaian diri terhadap perubahan iklim dunia. "Atau, mereka akan membayar biaya ekonomi yang sangat mahal di kemudian hari," katanya.
    
Perubahan iklim memberi ancaman selama berpuluh tahun dalam hal pengentasan kemiskinan dunia di Asia-Pasifik. Karena itulah, katanya, pemerintah perlu membangun program pembangunan yang bisa menyesuaikan diri dengan perubahan iklim secara global.

Satu laporan ADB terkini menyebutkan, impak yang terjadi dari perubahan iklim dunia itu menela ongkos hingga 6,3 persen dari GDP satu negara di kawasan Asia-Pasifik sepanjang tahun. "Yang parah, banyak dari negara miskin yang sangat terpengaruh dari perubahan iklim itu tidak memiliki kelengkapan memadai untuk menghadapi masalah itu," katanya.
    
Biaya yang diperlukan untuk memadukan program pembangunan dan perubahan iklim itu tentu banyak sekali, namun ADB sepakat untuk menelurkan program bantuan bertajuk ADB Climate Change Fund, senilai 40 juta dollar AS.

Program ini berasal dari iuran asli hasil keuntungan ekonomi negara anggota, untuk memfasilitasi investasi yang lebih besar bagi negara-negara berkembang agar lebih efektif menemukan penyebab dan mengatasi masalah perubahan iklim itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com