Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Dihantui Revisi UU Ketenagakerjaan

Kompas.com - 01/12/2009, 16:07 WIB

Bandung, Kompas - Buruh di Jawa Barat masih dihantui kemungkinan direvisinya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jika revisi terjadi, itu dikhawatirkan merugikan kepentingan kaum buruh.

Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga dan Organisasi Serikat Pekerja Forum Komunikasi Karyawan PT Dirgantara Indonesia M Sidarta di Bandung, Senin (30/11), mengatakan, ada pihak yang merekomendasikan agar pemerintah meninjau merevisi UU Ketenagakerjaan.

Rekomendasi, misalnya, datang dari Friedrich-Naumann-Stiftung fur die Freiheit. Lembaga itu berencana mengajukan rekomendasi kepada pemerintah untuk menekan kompensasi buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam 100 hari pertama masa Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Jika revisi dilaksanakan, buruh akan menentang.

Menurut Sidarta, upah buruh saat ini sudah sangat rendah. "Jika revisi UU Ketenagakerjaan dilakukan, pemerintah akan berhadapan dengan sekitar 30 juta buruh di Indonesia, termasuk 7 juta buruh di Jabar," katanya.

Wakil Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia 1992 Cabang Kabupaten Bandung Mardi Tarigan mengatakan, UU Ketenagakerjaan sebaiknya direvisi, tetapi tujuannya menyejahterakan buruh. Penghapusan outsourcing dan tenaga kontrak harus diprioritaskan.

Program Officer Bidang Ekonomi Friedrich-Naumann-Stiftung fur die Freiheit Husni Thamrin mengatakan, pihaknya berencana mengajukan rekomendasi agar pemerintah meninjau ulang untuk merevisi UU Ketenagakerjaan. Namun, rekomendasi itu belum diserahkan.

Rencana revisi itu untuk meringankan beban pengusaha karena kompensasi untuk buruh yang terkena PHK dinilai cukup berat. Dalam UU Ketenagakerjaan tercantum, pesangon maksimal yang diterima buruh sebanyak sembilan bulan upah.

Selain itu, terdapat juga uang penghargaan maksimal 10 bulan upah. Menurut Husni, lembaganya hendak bertemu dengan pemerintah dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Karena itu, penyerahan rekomendasi dalam 100 hari pertama masa KIB II diprediksi tidak terealisasi.

"Kami belum menentukan berapa bulan upah untuk kompensasi yang sebaiknya diberikan pengusaha. Angka itu masih dibahas," katanya. (bay)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com