Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Tekstil Kolaps, Minta FTA Ditunda

Kompas.com - 30/12/2009, 06:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Barat Ade Sudrajad mendesak pemerintah menunda pemberlakuan Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) ASEAN-China untuk industri tekstil. Jika FTA tetap diterapkan, Indonesia bakal kebanjiran tekstil dari China karena harganya rata-rata lebih murah 10 persen daripada produk lokal.

Sudrajad yang dikontak per telepon di Bandung, Jawa Barat, Selasa (29/12), mengatakan, sudah empat bulan ini pedagang tekstil tidak lagi membeli produk tekstil lokal. Mereka cenderung menunggu pemberlakuan FTA yang dijadwalkan 1 Januari 2010 supaya bisa mengimpor tekstil dari China yang lebih murah.

Akibatnya, industri tekstil lokal terutama di Jawa Barat dan Jawa Tengah mulai mengurangi kegiatan produksi dan secara perlahan kolaps. Di Jawa Barat sudah 4.000 buruh tekstil yang dirumahkan, sementara di Jawa Tengah sudah 7.000 orang.

”FTA akan menyebabkan deindustrialisasi di sektor tekstil, di mana produsen banyak beralih menjadi pedagang,” kata anggota DPR, Maruarar Sirait, yang dihubungi terpisah di Jakarta.

Penegasan Sudrajad seakan menjawab sikap pemerintah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Selasa, menegaskan, penundaan pelaksanaan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China masih masuk dalam agenda pemerintah. Namun, opsi ini merupakan alternatif paling akhir.

Menurut Hatta, penundaan tidak bisa dilakukan dengan cepat dan membutuhkan pendekatan kepada banyak pihak sehingga membutuhkan waktu sangat lama. ”Untuk menunda FTA, kita harus dekati negara ASEAN, kemudian China. Pasti harus ada kompensasi kalau kita meminta penundaan. Jadi lebih baik cari cara selain penundaan,” ujarnya.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi mengatakan, seiring dengan pelaksanaan FTA, pemerintah akan meninjau ulang fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP). Fasilitas bagian dari paket stimulus fiskal 2009 yang menguntungkan importir ini tidak dimanfaatkan maksimal. Realisasinya hanya 15 persen dari targetnya.

”Pada tahun 2010, fasilitas ini akan tetap diberikan senilai Rp 3 triliun, tetapi perlu dievaluasi lagi,” ungkap Anwar.

Penggunaan fasilitas BMDTP tetap rendah meskipun sudah dilakukan sosialisasi kepada subsektor industri yang menggunakannya. Birokrasi yang melayani permohonan BMDTP tersebut sudah disederhanakan. Departemen Keuangan juga sudah memangkas penerimaan negara sebesar Rp 2,5 triliun.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu menegaskan, fasilitas BMDTP itu masih dipertahankan karena banyak barang impor yang datang dari negara-negara yang tidak terlibat dalam Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China. (OIN/FAJ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com