Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Untuk Redenominasi, Cadangan Devisa Tak Cukup

Kompas.com - 13/08/2010, 13:02 WIB

Bandung, Kompas - Cadangan devisa Indonesia, yang menjadi salah satu syarat kelancaran redenominasi, dianggap masih jauh dari mencukupi. Jumlah devisi yang dianggap memadai untuk redenominasi adalah minimal 100 miliar dollar AS (Rp 896 triliun). Adapun Indonesia hanya memiliki sekitar 79 miliar dollar AS (Rp 708 triliun).

Demikian persoalan yang mengemuka dalam diskusi terbatas "Redenominasi Rupiah: Untung atau Buntung?" di Universitas Padjadjaran, Kamis (12/8). Menurut pakar ekonomi makro Fakultas Ekonomi Unpad, Nury Effendi, diperlukan berbagai syarat demi lancarnya redenominasi.

Sejumlah syarat sudah dipunyai Indonesia, seperti inflasi yang terkendali dan stabilitas nilai tukar rupiah. Angka inflasi Indonesia masih satu digit atau sekitar 5-6 persen per tahun. Nilai tukar rupiah juga tak bergejolak, berkisar Rp 9.000 per dollar AS.

Namun, cadangan devisa belum mencapai jumlah yang dianggap mencukupi sebagai syarat redenominasi. Cadangan yang memadai sangat dibutuhkan karena dalam redenominasi, ada kemungkinan terjadi penurunan tingkat kepercayaan terhadap rupiah.

"Istilahnya, kalau nilai tukar rupiah diserang karena dollar AS diserbu dan devisa tak cukup, kita tidak akan mampu bertahan," ujar Nury. Dampaknya, situasi akan menjurus ke inflasi karena depresiasi rupiah yang terlalu tajam. Karena itu, depresiasi harus ditahan dengan devisa.

"Kalau devisa tidak cukup, bisa jebol. Redenominasi justru bisa menjadi sangat berbahaya. Setelah dilakukan, redenominasi perlu diikuti langkah-langkah lain," ujarnya.

Uang sen

Beberapa langkah itu ialah menjaga kestabilan harga dan nilai tukar rupiah. Pemerintah juga harus menyediakan uang dalam nilai sen, tidak hanya rupiah. "Selain itu, masyarakat secara psikologis juga harus dijaga pikirannya bahwa mereka tidak menjadi bertambah miskin," katanya.

Pemimpin Bank Indonesia Bandung Yang Ahmad Rizal mengatakan, penggunaan digit dalam rupiah sudah terlalu banyak. "Dengan redenominasi bisa terjadi efisiensi. Risiko salah hitung juga lebih besar. Kalau lebih sedikit, semakin sederhana dan menghitung kian mudah," katanya.

Redenominasi diperlukan untuk meminimalisasi berbagai masalah itu. Manfaat lain ialah kebanggaan pengguna rupiah. "Jemaah haji, terutama dari pedesaan, banyak yang mengalami itu. Sudah berpikir bawa uang banyak, ternyata waktu ditukar riyal, hanya dapat beberapa lembar," ujarnya.

Yang menambahkan, saat ini hanya dua negara yang mencetak uang dengan nilai hingga 100.000, yakni Indonesia dan Vietnam. "Ibaratnya, masak kita disejajarkan dengan negara terbelakang. Kita juga harus punya kebanggaan," katanya.

Menurut Rektor Unpad Ganjar Kurnia, jika hendak dilaksanakan, redenominasi harus diterapkan dengan sangat hati-hati. Pemahaman yang baik terhadap redenominasi diperlukan, terutama untuk masyarakat edesaan. (bay)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com