JAKARTA, KOMPAS.com —
Menurut Juru Bicara Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPR Nyoman Dhamantra, pada tahun 2008 saat terjadi krisis keuangan global, tidak ada yang kebal dari krisis. ”Baik pengawas bank yang menyatu dengan bank sentral maupun yang terpisah dari bank sentral,” ujarnya dalam Rapat Kerja Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (RUU) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Semua fraksi di DPR sepakat agar RUU OJK dibahas lebih lanjut. Dengan demikian, pembahasan RUU OJK akan dilanjutkan dengan rapat dengar pendapat bersama kalangan pelaku pasar modal, pelaku industri perbankan, pelaku industri keuangan nonbank, dan akademisi.
”Jika tak ada hambatan, RUU OJK akan selesai sebelum batas waktunya (31 Desember 2010). Masalahnya, selain RUU OJK, kami masih harus membahas RUU JPSK (Jaring Pengaman Sektor Keuangan) dan RUU Mata Uang,” ujar Ketua Panitia Khusus RUU OJK Nusron Wahid.
Menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo, salah satu keunikan yang akan dimiliki OJK versi Indonesia, antara lain, pejabat perwakilan resmi (ex officio) dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, yang ditempatkan pada Dewan Komisioner OJK.
Hal itu, kata Agus Martowardojo, untuk mencegah terputusnya komunikasi antara otoritas moneter dan otoritas fiskal saat menentukan kebijakan atau ketika menghadapi krisis.
Agus Martowardojo menegaskan, kontinuitas komunikasi sangat penting. Dari pengalaman yang dihadapi Inggris menunjukkan, negeri itu tidak bisa meredam terjadinya krisis keuangan pada tahun 2008 karena pimpinan Bank Sentral dan pimpinan OJK Inggris tidak berkomunikasi.
”Tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang pasar modal dan IKNB (industri keuangan nonbank) yang dilaksanakan Menteri Keuangan atau Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan secara bertahap beralih ke OJK. Itu setidaknya dalam tiga tahun terhitung sejak tanggal UU ini disahkan,” ujar Agus Martowardojo.
Menkeu menegaskan, Indonesia harus serius memitigasi krisis. Alasannya, krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1998 hingga kini masih terasakan dampaknya. ”Utang kelompok usaha Texmaco, misalnya, yang mencapai