Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika AS Menganggap Yuan sebagai Subsidi

Kompas.com - 30/09/2010, 15:31 WIB

WASHINGTON, KOMPAS.com - Menganggap mata uang sebagai subsidi terdengar sebagai sikap yang aneh. Tapi, Amerika Serikat (AS) benar-benar melakukan ini. Bahkan, para wakil rakyat negeri itu ingin mengatur hal ini dengan undang-undang.

Ya, Rabu (29/9/2010) waktu setempa, House of Representative AS telah menyetujui rancangan undang-undang yang akan menekan China untuk membiarkan nilai tukar mata uang yuan menguat terhadap dollar AS. Dalam voting, 348 orang menyetujui rancangan UU itu dan hanya 79 wakil rakyat yang menolak.

Berdasarkan rancangan aturan ini, Departemen Perdagangan AS bakal memperlakukan mata uang yang sangat undervalued (kursnya jauh lebih rendah dari nilai wajarnya) sebagai subsidi perdagangan ilegal. Karena itu, perusahaan-perusahaan AS yang merasa dirugikan bisa meminta Pemerintah AS untuk mengenakan bea masuk ekstra terhadap produk-produk yang memperoleh subsidi ilegal itu.

Sangat jelas bahwa sasaran utama aturan ini adalah yuan. Sebab, selama ini, AS menilai mata uang negeri Tembok Raksasa itu sangat undervalued. Ini membuat barang-barang asal China menjadi sangat murah di Amerika sehingga produk lokal kalah bersaing. Ujung-ujungnya, defisit neraca perdagangan AS-China semakin lebar. "Sikap China yang terus memanipulasi mata uangnya menimbulkan masalah yang sangat serius dan ini butuh tindakan riil," ujar Sander Levin Chairman Ways and Means Comitee House of Representative.

Sejatinya, yuan telah menguat 2 persen terhadap dollar AS sejak Pemerintah China melonggarkan kisaran (range) pergerakan nilai tukar yuan Juni lalu. Namun, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, nilai tukar mata uang Negeri Panda itu masih undervalued 5 persen-27 persen. Catatan saja, saat ini, nilai tukar yuan berada pada kisaran 6,6850 yuan per dollar AS.

Meskipun demikian, rancangan aturan ini masih harus melalui pembahasan di Senat AS. Dan, pembahasan di level Senat baru akan berlangsung setelah AS menggelar pemilihan anggota Kongres tengah periode (mid term election) pada 2 November lalu.

Sampai hari sidang di Senat AS itu tiba, banyak hal masih mungkin terjadi. Sebab, tak semua pengusaha AS setuju dengan rancangan aturan itu. Bahkan, para pengusaha AS yang berbisnis di China terang-terangan menolak kerasa rancangan aturan itu. Sebab, aturan baru ini bisa membuat Pemerintah China mempersulit posisi bisnis mereka di negeri itu. (Cipta Wahyana/Kontan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Logistik Pertambangan MAHA Bakal Tebar Dividen, Simak Besarannya

Emiten Logistik Pertambangan MAHA Bakal Tebar Dividen, Simak Besarannya

Whats New
Bea Cukai Jember Sita 59 Liter Miras Ilegal Bernilai Belasan Juta Rupiah di Kecamatan Silo

Bea Cukai Jember Sita 59 Liter Miras Ilegal Bernilai Belasan Juta Rupiah di Kecamatan Silo

Whats New
IHSG Berakhir di Zona Merah, Rupiah Stabil

IHSG Berakhir di Zona Merah, Rupiah Stabil

Whats New
Laba Bersih PTBA Turun 51,2 Persen Menjadi Rp 5,2 Triliun pada 2023

Laba Bersih PTBA Turun 51,2 Persen Menjadi Rp 5,2 Triliun pada 2023

Whats New
PTBA Bakal Tebar Dividen Rp 4,6 Triliun dari Laba Bersih 2023

PTBA Bakal Tebar Dividen Rp 4,6 Triliun dari Laba Bersih 2023

Whats New
Bos BI: Kenaikan Suku Bunga Berhasil Menarik Modal Asing ke Pasar Keuangan RI

Bos BI: Kenaikan Suku Bunga Berhasil Menarik Modal Asing ke Pasar Keuangan RI

Whats New
Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Whats New
Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Whats New
5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

Work Smart
Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Whats New
Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Whats New
Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Whats New
Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Whats New
Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Whats New
Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com