Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemanfaatan Kayu Hutan Alam Sampai 2012

Kompas.com - 17/01/2011, 20:34 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Investor pulp dan kertas harus menambah kecepatan menanami konsesi hutan tanaman industri untuk memenuhi stok bahan baku jangka panjang. Pemerintah menetapkan hanya mengizinkan mereka memanfaatkan kayu dari hutan alam sampai tahun 2012.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menegaskan hal ini di Jakarta, Senin (17/1). Kementerian Kehutanan telah menerbitkan izin konsesi hutan tanaman seluas 9 juta hektar dengan realisasi 4,3 juta hektar.

"Seluruh pasokan bahan baku kayu untuk industri pulp dan kertas selanjutnya dari hutan tanaman, tidak ada lagi konversi hutan alam. Dalam dua tahun ke depan, seluruh areal izin HTI yang sudah diberikan sudah harus ditanami," ujar Zulkifli.

Wacana ini bukan hal baru. Kementerian Kehutanan pernah menetapkan penghenti an penggunaan bahan baku dari kayu alam pada tahun 2009, Kompas (Senin, 24 April 2006). Niat tersebut tak terwujud karena komitmen industri merealisasikan HTI yang rendah dan pengungkapan kasus dugaan pembalakan liar di Riau tahun 2007.

Saat ini, Menhut gencar mendorong dunia usaha meningkatkan konsumsi kayu tanaman, terutama yang diproduksi masyarakat. Strategi ini tidak hanya dapat menyelamatkan hutan alam, namun juga bakal meningkatkan kesejahteraan rakyat yang hidup di sekitar kawasan hutan.

Industri pulp dan kertas merupakan industri strategis dengan investasi senilai 16 miliar dollar AS dan menyumbang devisa sedikitnya 4 miliar dollar AS per tahun. Industri ini menyerap sedikitnya 250.000 orang tenaga kerja langsung.

Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Iman Santoso menambahkan, pemanfaatan kayu dari proses pembersihan areal konsesi HTI di hutan alam tetap dibenarkan menurut ketentuan. Oleh karena itu, dunia usaha masih dapat memanfaatkan kayu hasil pembersihan lahan dengan izin konsesi HTI.

Secara terpisah, Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia Mohammad Mansur mengatakan, mereka memang dalam proses menanam konsesi HTI mengikuti arahan pemerintah. Mansur mengklaim, mereka telah menanam sedikitnya 80 persen dari areal HTI yang ada.

Mansur meminta pemerintah tetap membela kepentingan nasional, yakni keunggulan komparatif industri pulp dan kertas Indonesia. Potensi hutan tanaman berdaur panen lebih singkat dari negara Skandinavia dan Eropa utara serta posisi geografis Indonesia yang lebih dekat ke Asia Pasifik secara tidak langsung menimbulkan kecemburuan di negara-negara maju produsen pulp dan kertas.

Kondisi ini yang membuat negara maju takut dengan potensi Indonesia. Mansur mengingatkan, kondisi ini yang membuat kampanye negatif terhadap produk pulp dan kertas Indonesia masih terjadi dengan tudingan menggunduli hutan alam.

"Dan kami hanya menebang di daerah yang ada izinnya, terutama izin membersihkan lahan untuk ditanami pohon. Kalau kayu kurang, kami harus bagaimana? Jika harus mengimpor, harga pulp akan naik dan berimbas kepada harga kertas," ujar Mansur. 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com