Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teliti Pajak Progresif Kendaraan Anda

Kompas.com - 08/04/2011, 21:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Masyarakat Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta perlu lebih teliti saat membayar pajak kendaraan bermotor. Sistem penghitungan pajak kendaraan bermotor progresif masih belum optimal sehingga wajib pajak harus lebih proaktif bertanya dan melapor sebelum melunasi tagihan.

Demikian benang merah diskusi "Pajak Progresif" yang diselenggarakan tabloid Otomotif di Jakarta, Jumat (8/4/2011). Turut hadir sebagai pembicara Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Arief Susilo, Kepala Seksi Surat Tanda Nomor Kendaraan Polda Metro Jaya Komisaris Iwan, dan Kepala Unit Pajak Satuan Administrasi Satu Atap (Samsat) Polda Metro Jaya Chairil Andrisyah.

Pemprov DKI Jakarta telah menerapkan pajak kendaraan bermotor progresif sejak 1 Januari 2011 berlandaskan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor sesuai Undang-Undang No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak kendaraan bermotor progresif berlaku untuk kendaraan kedua dan seterusnya.

"Bagi pemilik satu kendaraan bermotor sebaiknya jangan langsung membayar tagihan pajak kalau tiba-tiba lebih mahal dari biasanya. Silakan mengecek ke bagian Tata Usaha Pajak di Samsat apakah Anda terkena pajak progresif karena belum melaporkan penjualan kendaraan sebelumnya," ujar Chairil.

Petugas akan memeriksa lewat komputer apakah wajib pajak memiliki kendaraan bermotor lebih dari satu. Kendaraan yang telah dijual tetapi tidak dilaporkan dan belum balik nama akan muncul sebagai kendaraan pertama dan seterusnya.

Langkah antisipatif tersebut lebih baik ketimbang menagih uang yang telanjur disetor. Ketiga pembicara meminta agar pemilik kendaraan tidak segan-segan bertanya kepada petugas di Samsat untuk menghindari salah bayar.

"Jadi kami minta pemilik kendaraan proaktif melaporkan penjualan kendaraan. Bagi yang merasa telah menjual, silakan mengisi formulir pemblokiran yang tersedia," ujar Arief.

Tarif pajak untuk kendaraan pertama adalah 1,5 persen, kendaraan kedua 2 persen, kendaraan ketiga 2,5 persen, dan kendaraan keempat dan seterusnya 4 persen. Tarif akan dikalikan nilai jual kendaraan bermotor sesuai tabel yang disusun Pemprov DKI Jakarta.

Artinya, pemilik jip seharga Rp 100 juta, sedan Rp 100 juta, dan minibus Rp 100 juta akan dikenai tarif yang berbeda untuk setiap mobil. Anda harus membayar pajak kendaraan bermotor jip Rp 1,5 juta (tarif 1,5 persen), sedan Rp 2 juta (tarif 2 persen), dan minibus Rp 2,5 juta (tarif 2,5 persen).

Saat ini, sistem penghitungan pajak progresif baru mendeteksi kepemilikan mobil atas nama dan alamat yang sama. Bagi pemilik mobil lebih dari satu dalam satu alamat selama nama di STNK berbeda akan terhindar dari pajak progresif.

"Memang yang jadi masalah adalah penghuni apartemen. Sistem akan mendeteksi seolah-olah mereka satu alamat padahal berbeda ruang tinggal. Untuk sementara bisa dibuktikan lewat kartu keluarga dan secara bertahap kami akan tingkatkan kemampuan sistem," ujar Arief. 

Pajak kendaraan bermotor merupakan primadona pendapatan daerah seluruh provinsi. Pemprov DKI Jakarta merealisasikan pendapatan pajak kendaraan bermotor tahun 2010 sebesar Rp 3,11 triliun.

Sementara target tahun 2011 naik menjadi Rp 3,7 triliun dan sudah terealisasi Rp 862 miliar sampai akhir Maret.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com