JAKARTA, KOMPAS.com — Jika Indonesia melakukan renegosiasi ACFTA dengan China, biaya yang akan ditanggung Indonesia lebih mahal karena harus memberikan kompensasi yang besar.
Hal tersebut diungkapkan oleh pengamat ekonomi Anggito Abimanyu di Jakarta, Selasa (26/4/2011). "Saat ini, menurut saya, tidak perlu dilakukan renegosiasi, baik di ACFTA, karena kurang bermanfaat dan biayanya mahal sekali," sebut Anggito.
Tidak hanya ongkos yang mahal, renegosiasi akan memakan waktu dan sulit karena harus melibatkan negara ASEAN lainnya.
Untuk itu, ia pun menyarankan agar pembicaraan dilakukan secara bilateral dengan pihak China. Mengingat jika terjadi injury dan kecurangan perdagangan, pemerintah sudah mempunyai sejumlah instrumen seperti Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan safeguard.
Menurut mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan ini, masalah ketidakmampuan Indonesia terlibat dalam jaringan produksi China juga dunia merupakan masalah internal Indonesia. Untuk itu, hal tersebut sulit menjadi alasan renegosiasi. Maka, yang perlu dilakukan adalah bagaiman meningkatkan daya saing industri domestik.
Beberapa waktu lalu, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan akan berusaha membangun industri bahan baku. Ia pun menyerahkan realisasi rencana ini kepada Kementerian Perindustrian untuk menyusun rencana kerjanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.