Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Targetkan Pendapatan Tinggi

Kompas.com - 08/06/2011, 07:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia akan mengantarkan Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi dengan 14.250 dollar AS-15.500 dollar AS per kapita tahun 2025. Namun, rencana besar ini masih labil karena beragam masalah masih menyelimuti pencapaian target tersebut.

”PDRB (produk domestik regional bruto) di tiap koridor ekonomi yang menjadi bagian dari MP3EI akan meningkat 3-4 kali lipat dari yang ada saat ini jika seluruh proyeknya berjalan. Namun, untuk berjalan, masih ada 18 aturan yang perlu diselesaikan,” ujar Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Selasa (7/6/2011), dalam diskusi panel harian Kompas terkait Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali sebagai moderator diskusi.

Dalam dokumen MP3EI disebutkan, sebenarnya ada 28 aturan yang harus diperbaiki sebagai syarat berjalannya rencana induk ini. Aturan tersebut adalah 7 undang-undang, 7 peraturan pemerintah, 5 peraturan presiden, dan 9 peraturan menteri.

UU yang butuh perbaikan itu antara lain pengkajian ulang UU Keagrariaan untuk memasukkan status tanah ulayat sebagai bagian dari komponen investasi. Selain itu, diperlukan juga revisi UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan agar swasta mendapatkan kesempatan untuk pasokan energi.

Adapun pada level peraturan pemerintah, perlu direvisi antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang Tertentu dan di Daerah Tertentu. Revisi ini diharapkan menambah sektor yang layak dapat insentif pajak sesuai dengan kehendak MP3EI, seperti industri gas metana batubara.

Meski demikian, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengungkapkan, masalah aturan yang perlu segera dituntaskan adalah RUU Pengadaan Lahan. Ia mempertanyakan keberpihakan DPR dalam mendorong penyelesaian RUU itu. Tanpa penyelesaian RUU ini, jangan harap investasi masuk ke infrastruktur.

”Seharusnya untuk RUU yang krusial seperti ini putuskan saja melalui voting (pemungutan suara). Jangan terlalu berpolitik. Akibatnya, RUU Pembebasan Lahan terus mundur,” tuturnya.

Selain itu, status para bupati dan wali kota pun patut dikhawatirkan karena bisa saja pemerintah tidak melibatkan mereka dalam penyusunan MP3EI. Bupati dan wali kota perlu diajak bicara karena mereka masih memegang hak penerbitan izin pengolahan lahan yang menyebabkan tumpang tindih. ”Di daerah, kalau ingin investasi, tanahnya sudah diijonkan kepada rent seeker (pengejar untung) yang sebenarnya tidak punya modal untuk investasi riil. Dengan semua masalah itu, yang paling saya takutkan adalah implementasi MP3EI,” tuturnya. (HAM/OIN/RYO)

Lebih Lengkap Baca KOMPAS

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com