Jakarta, Kompas
Penegasan tersebut disampaikan Ketua Umum Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Polah Tjahyono dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (3/8), setelah Rapat Pimpinan Nasional IV Asmindo masa bakti 2008-2013, beberapa hari lalu.
Ambar menjelaskan, tata niaga ini sangat berkaitan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2009 yang akan habis masa berlakunya pada 11 Agustus 2011. Asmindo akan mengusulkan pembentukan badan penyangga.
”Namun, sebelum terbentuknya badan penyangga rotan, peraturan tata niaga rotan diusulkan untuk tetap mengacu pada Permendag No 36/2009 dengan beberapa revisi,” kata Ambar.
Usulan revisi Permendag No 36/2009 dan rencana pembentukan badan penyangga rotan lebih detail, termasuk anggaran/ biaya pembentukan badan penyangga, telah dibahas dalam Tim Rotan yang diketuai anggota Asmindo, Majedi.
Dalam rekomendasinya, Tim Rotan Asmindo menyebutkan, ekspor bahan baku rotan ditutup apabila badan penyangga telah terbentuk dan berjalan (operasional). Selain itu, badan penyangga wajib menampung semua produksi daerah penghasil dengan tingkat harga yang wajar.
”Dana yang dibutuhkan oleh badan penyangga diperkirakan mencapai sekitar Rp 600 miliar. Dana ini bisa digunakan untuk pembelian bahan baku dalam negeri selama satu tahun,” kata Ambar.
Hal lain yang diusulkan untuk direvisi, antara lain, WS (washed and sulfured) dikategorikan sebagai rotan setengah jadi dan dapat diekspor.