Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai Laju Harga Emas

Kompas.com - 26/08/2011, 08:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Harga emas anjlok. Tiga hari terakhir, harga emas di Bursa Berjangka London merosot drastis dari 1.891,9 dollar AS per troy ounce (22/8/2011) menjadi 1.743,8 dollar AS per troy ounce (25/8/2011). Penurunan harga emas secara drastis ini menjadi peringatan awal agar investor emas, termasuk investor gadai emas di bank syariah, mulai berhati-hati.

Alhasil, rencana Bank Indonesia (BI) membatasi gadai emas bank syariah merupakan tindakan tepat. Apalagi, seperti yang diberitakan Kontan, BI menangkap tendensi penggelembungan (bubble) di produk gadai emas. Maka dari itu, BI menggulirkan isu pembatasan untuk menghindarkan industri dari risiko ini.

Sejauh ini, niat BI ini tak menyurutkan minat investor dan pelaku bisnis ini. Salah satunya Rully Kustandar, investor yang sukses dengan skema Kebun Emas. Menurut dia, pembatasan menjadi seleksi alam bagi nasabah yang berinvestasi jangka panjang dan yang bermental spekulan. "Yang berbahaya itu trader. Mereka gampang melepas barang ketika harga emas terkoreksi," katanya.

Perbankan syariah juga tak khawatir. Mereka mengaku, rata-rata porsi gadai emas baru 10-15 persen dari total pembiayaan, jauh dari batas 30 persen seperti usulan BI. Demi menghindari risiko berlebihan, bank akan mengetatkan aturan dan selektif memilih debitor.

Khairullah, Chief Retail Banking BRI Syariah, siap mematuhi ketentuan itu. Namun, sejauh ini, ia belum berencana mengerem pembiayaan gadai emas. "Porsi gadai emas ke total pembiayaan baru 15 persen," katanya, Kamis.

Per Juli, anak usaha BRI ini membukukan pembiayaan Rp 8 triliun. Pembiayaan pemilikan rumah dan kendaraan menjadi penyumbang terbesar, yakni 20 persen dan 30 persen. Sisanya mengucur ke sektor produktif dan gadai emas.

BRI Syariah mempunyai dua produk pembiayaan berbasis emas, yakni gadai emas dan pembiayaan kepemilikan logam mulia atau membeli emas dengan mencicil. Per Juli, nilai gadai emas BRI Syariah Rp 1 triliun, naik 28,8 persen dibandingkan demham bulan sebelumnya sebesar Rp 776 miliar. Outstanding kepemilikan logam mulia mencapai Rp 40 miliar, tumbuh 42 persen dari posisi Juni.

Direktur Utama Bank Mega Syariah Benny Witjaksono juga tak risau dengan rencana BI. Gadai emas di banknya baru 2 persen dari pembiayaan.

Kekhawatiran datang dari Bank BJB Syariah. Sejak spin off dari induknya, 1,5 tahun lalu, bisnis gadai emas menjadi penopang hidup BJB Syariah. "Agustus ini, gadai emas kami sekitar 15 persen dari total pembiayaan Rp 1,6 triliun," ujar Yane Rosiani, Kepala Divisi Funding BJB Syariah.

Yane cemas karena BJB Syariah masih akan mengandalkan pembiayaan ini. "Dampaknya pasti terasa. Untuk antisipasi, kami akan mengurangi volume gadai," katanya. Caranya dengan lebih memproteksi diri dari ancaman rugi, misalnya dengan menurunkan rasio utang terhadap barang (LTV) hingga di bawah 80 persen.

Danamon Syariah juga menyiapkan cara menghindari nasabah spekulan dengan mematok nilai gadai maksimal Rp 100 juta per nasabah. Nasabah yang ingin menggadaikan emas, tetapi belum menebus gadai lama, akan ditolak. Ini demi mengikis spekulasi.

Menurut Rully, jika BI melakukan pembatasan, bank syariah akan mengerem bisnis ini. Caranya dengan menurunkan rasio LTV. "Andaikan ditekan hingga 50-60 persen, saya kira tak masalah," katanya.

Nasabah yang bertujuan investasi dan hedging bakal tetap berminat. Menurut dia, pada jangka panjang, skema ini masih menguntungkan. (Mona Tobing, Nina Dwiantika, Nurul Kolbi/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com