Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Volume BBM Bersubsidi Bertambah 1,5 Juta Kilo Liter

Kompas.com - 21/12/2011, 13:34 WIB
Evy Rachmawati

Penulis

PALEMBANG, KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menambah volume bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi 1,5 juta kilo liter pada akhir tahun 2011.

"Penambahan ini dilakukan karena realisasi konsumsi BBM bersubsidi melebihi kuota dalam APBN Pertambahan volume BBM bersubsidi sekitar 1,5 juta kilo liter," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Evita H Legowo, Rabu (21/12/2011) di Palembang.

"Dari pemerintah, kita tidak akan menghalangi kebutuhan masyarakat, tapi kita akan liat langkah selanjutnya," kata dia menambahkan.

Menurut Evita, pihaknya akan tetap memenuhi kebutuhan masyarakat. Pihaknya melihat penambahan kuota itu dimungkinkan dalam aturan yang ada yakni Undang Undang tentang APBN.  

"Kami sedang memikirkan, apakah perlu maju ke DPR atau tidak," ujarnya beberapa waktu lalu. Dalam APBN Perubahan 2011, kuota BBM bersubsidi ditetapkan 40,49 juta kl. Namun pembayaran atas kelebihan kuota itu ke PT Pertamina harus sesuai audit BPK. "Jadi akan diaudit sesuai dengan kuota di APBN 2011. Kalau ada kelebihan, nanti akan diaudit lagi," kata dia menambahkan.

"Ada tiga penyebab pembengkakan subsidi BBM yaitu, ICP (harga rata-rata minyak mentah Indonesia), selisih kurs, dan volume," kata Evita.

Sebagai contoh, asumsi ICP dalam APBN-P 2011 sebesar 95 dollar AS per barrel. Ternyata ICP tahun 2011 telah menembus angka 111 dollar AS per barrel.

Anggota Komisi VII DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi, sebelumnya menyatakan, pihaknya menolak rencana pemerintah menambah subsidi BBM karena kelebihan kuota BBM bersubsidi.

"Kalau untuk penambahan volume BBM bersubsidi tahun 2011, silakan pemerintah mencari tambahan anggaran lain, misalnya dari SAL (sisa anggaran lain)," ujarnya. Kelebihan kuota ini sebenarnya karena pemerintah tidak mampu mengawasi distribusi BBM bersubsidi sehingga terjadi kebocoran dan tidak mampu mengefisienkan biaya pokok produksinya.

"Pemerintah hanya cari cara mudah dengan alasan tidak mau membebani masyarakat, tetapi sebenarnya hanya karena aparatnya tidak kompeten," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com