Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Murah, tetapi Omzet Triliun

Kompas.com - 24/01/2012, 09:19 WIB
Abun Sanda

Penulis

KOMPAS.com - Berbisnis, apakah dalam skala besar maupun kecil, selalu penuh pesona. Big is powerful, but small is beautiful, begitulah ungkapan populer tentang bisnis itu.

Bisnis besar, sebutlah pertambangan dengan skala amat luas, seperti batubara, emas, dan minyak bumi, sangat memesona. Laba bersih per tahun bisnis-bisnis tersebut selalu sekian triliun rupiah.

Bisnis perbankan dalam skala besar juga dahsyat, senantiasa di atas Rp 7,5 triliun. Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Central Asia meraup laba bersih jauh di atas Rp 7,5 triliun. PT Astra Internasional juga merengkuh laba bersih yang tidak main-main, Rp 10 triliun per tahun.

Dengan laba yang fantastis ini, perusahaan-perusahaan raksasa tersebut bisa berbuat banyak, baik dalam menginvestasikan kembali labanya, meningkatkan kesejahteraan karyawan, ataupun kontribusi untuk publik. Akan tetapi, bagaimana dengan perusahaan dengan skala lebih kecil, atau perusahaan yang menjual produk dengan harga ”amat murah”?

Sepintas lalu susah membayangkan perusahaan yang menjual komoditas yang murah meriah dapat memiliki omzet luar biasa. Namun, dengan gebrakan pasar yang menakjubkan, dengan strategi pemasaran yang mengesankan, ternyata banyak korporat mampu menembus pasar hingga ke dusun, bahkan menerobos jauh pasar luar negeri yang ekstra ketat.

Lihatlah misalnya beberapa produk Grup Enesis, di antaranya Adem Sari. Minuman ringan yang menyegarkan ini ”hanya” dijual dengan harga Rp 1.200 per saset. Namun, jangan anggap enteng minuman ini. Omzet per tahun Adem Sari mencapai Rp 1,05 triliun.

Atau simaklah Soffel yang dijual Rp 500 per saset. Omzet krim lembut antinyamuk ini hampir menembus angka Rp 700 miliar per tahun. Begitu pula dengan Kispray. Cairan untuk memperlancar setrika, omzetnya setengah triliun rupiah. Atau Antis, antiseptic yang biasa digunakan sehabis makan atau memegang benda tidak bersih, omzetnya tidak di bawah Rp 60 miliar per tahun.

Chief Executive Officer Enesis Bambang Soendoro menyebutkan, mereka melihat dan mencermati gelagat pasar. Mereka mencari tahu apa sebetulnya yang diinginkan pasar, komoditas seperti apa yang dibutuhkan, serta berapa harga yang pas. ”Dari survei itu, kami menyentuh masyarakat golongan menengah ke bawah atau masyarakat yang ”dikendalikan” budget harian dan mingguan,” ujar Bambang di Jakarta, pekan lalu.

Bambang menambahkan, sudah banyak korporat bermain di wilayah berskala besar. Mereka menjual barang dengan harga di atas Rp 25.000. Maka, Enesis memilih bermain di wilayah yang belum banyak pemainnya. Strategi ini cukup berhasil sehingga omzet sejumlah produk mencapai angka melegakan.

Bambang Soendoro tidak berlebihan. Kalau harga Adem Sari hanya Rp 1.200 per saset, itu berarti Enesis menjual 833 juta saset per tahun (asumsi omzet Rp 1 triliun). Ini tentu angka yang fantastis. Kalau lebih dikonkretkan lagi, penjualan Adem Sari bisa mencapai 70 juta saset per bulan, atau 2,3 juta saset per hari, atau 100.000 saset per jam.

Tentu tidak hanya kinerja produk Enesis yang meyakinkan. Produk dari perusahaan lain juga menawan, misalnya dari Grup Garudafood, yang mampu menjual kacang hingga ke lima benua. Omzet grup ini pun triliunan rupiah. Atau produk lain, seperti Kuku Bima. Harga per dus (isi enam saset) dijual Rp 5.200. Artinya, 1 saset tidak sampai Rp 1.000. Omzet Kuku Bima dan beberapa produk sejenis tidak kalah mentereng dengan Enesis dan Garudafood.

CEO Grup Garudafood Sudhamek Agoeng menyatakan, para pebisnis komoditas dengan harga terjangkau memang rata-rata memetik laba tipis. Maka, salah satu jalan yang baik adalah meraih pasar yang sangat luas, omzet yang besar. Itu salah satu sebab ia melebarkan jangkauan usahanya hingga ke lima benua.

Pesan yang bisa diambil dari masalah ini adalah menjual produk yang murah harganya belum tentu tidak menghasilkan hasil besar. Sepanjang produk itu terjaga mutunya, mudah dijangkau pasar, dan pemasarannya cerdas, produk pasti disukai publik. Produsen lain bisa menarik hikmah dan komparasi dari hal ini. (Abun Sanda)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

    Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

    Work Smart
    Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

    Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

    Whats New
    Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

    Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

    Spend Smart
    Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

    Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

    Spend Smart
    Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

    Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

    Work Smart
    Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

    Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

    Whats New
    SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

    SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

    Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

    Whats New
    Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

    Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

    Whats New
    [POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

    [POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

    Whats New
    Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

    Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

    Spend Smart
    Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

    Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

    Whats New
    Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

    Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

    Whats New
    Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

    Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

    Whats New
    Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

    Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com