Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR: Remunerasi Gagal Perbaiki Moral PNS!

Kompas.com - 25/02/2012, 16:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kembali terungkapnya dugaan tindak pidana penggelapan pajak membuktikan, bahwa renumerasi belum mampu memperbaiki mental moral dan produktifitas Pegawai Negeri Sipil (PNS). Padahal, program remunerasi pertama kali dilakukan di Indonesia pada 2007 di Direktorat Jenderal Pajak.

"Saya kira ini menunjukkan renumerasi di sektor keuangan, belum mampu memperbaiki moral dan produktifitas PNS di lingkungan pajak," ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis, di Jakarta, Sabtu (25/2/2012).

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tidak mau terburu-buru menyikapi hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dugaan tindak pidana penggelapan pajak DA dan Dhana Widyatmika atau DW. Untuk diketahui, dugaan tindak pidana penggelapan pajak bermula dari adanya rekening gendut yang muncul setelah Kejaksaan Agung menggeledah kantor Ditjen Pajak, Selasa (21/2/2012) lalu.

Adapun DA adalah pegawai di Direktorat Keberatan dan Banding Ditjen Pajak. DA diduga terbelit kasus ini bersama suaminya Dhana Widyatmika atau DW, yang bertugas di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Kantor Besar Gambir (Large Tax Office). Namun, saat ini DW telah pindah bekerja ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) DKI Jakarta sejak 2 Januari 2012.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dedi Rudaedi menuturkan, pihaknya tidak tinggal diam atas temuan PPATK itu.

"Namun, DJP tetap berpegang teguh pada praduga tak bersalah, sehingga DA masih tetap menjalankan aktifitas kerjanya seperti biasa," ujarnya, di Kantor Pusat Ditjen Pajak Kemenkeu, Jumat (24/2/2012) lalu.

Dedi menyebutkan, masalah yang menyeret nama DA, sedang didalami DJP. Tetapi, pihaknya tidak terburu-buru menyatakan itu ada penggelapan.

"Kami belum peroleh informasi lengkap. Untuk DA, kami masih kumpulkan informasi sampai mana keterlibatan dan masalah apa. Kami sudah mulai bergerak," tukasnya. (Srihandriatmo Malau/Tribunnews.com)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com