Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/03/2012, 07:44 WIB

Menarik memperhatikan latar belakang orang-orang kaya Indonesia. Keluarga Bakrie, Tohir, Soeryadjaya, TP Rahmat, Arifin Panigoro, Low Tuck Kwong menjadi pebisnis-pebisnis besar, di antaranya, karena jasa tambang batubara, minyak bumi, dan perkebunan. Dengan kata lain, usahawan Indonesia menjadi besar, di antaranya, karena masih sangat mengandalkan sumber daya alam.

Sah menjadi usahawan batubara dan minyak bumi sepanjang taat aturan dan bayar pajak. Gugatan yang patut diajukan di sini ialah belum semua pebisnis nasional berpikir jauh ke depan. Kelas sebagian pebisnis nasional masih ”petik-jual”, belum taraf, ”petik-olah-jual”. Minyak bumi, termasuk perusahaan milik negara, masih memompa minyak mentah dan sebagian dijual ke konsumen di luar negeri. Indonesia lalu membeli minyak yang sudah diolah di Singapura dengan harga jauh lebih mahal. Memang absurd negeri ini, membeli minyak yang sudah diolah dari negara yang tidak punya minyak mentah sama sekali, seperti Singapura.

Dalam pikiran sederhana, kita suka bertanya-tanya, mengapa negara atau para usahawan besar tidak ”bersatu” untuk membangun, sebutlah infrastruktur yang memadai, yang tidak lagi membuat negeri ini masih berbisnis secara primitif. Gaya ”petik-jual” sudah sangat ketinggalan zaman. Malah menjadi bahan cemooh negara-negara lain. Yang menarik dilakukan dan itu justru mencerminkan tipikal negara maju adalah bagaimana ”memetik-mengolah-menjual”.

Pemerintah semestinya mengambil inisiatif lebih taktis dan strategis untuk mematahkan gaya bisnis primitif ini. Eksportir lain, misalnya minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO), boleh mengekspor CPO dalam jumlah amat besar, tetapi ajak juga mereka mengolah CPO itu menjadi bahan olahan untuk ekspor dalam volume amat besar. Kalau bisa, sama banyaknya dengan nilai ekspor CPO. Kalau Indonesia sudah mampu melakukannya, sama dengan mempraktikkan lompatan jauh ke depan.

Tentu tidak hanya CPO, minyak mentah dan sejumlah komoditas lainnya yang patut disoroti. Masih banyak komoditas lain yang perlu mendapat perhatian, misalnya ekspor ikan, udang, karet, dan kakao yang tidak diolah. Kita terkesan tidak mau letih, tidak mau membiasakan diri untuk berpikir. Kita ekspor karet dan kakao, lalu menerima cokelat sangat enak, perangkat kosmetik, serta bahan dari karet, seperti tas, sepatu, dan alat-alat rumah tangga. Ayolah kita berpikir ke depan dengan mempraktikkan ”petik-olah-jual”. (Abun Sanda)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com