Solo, Kompas
Demikian diungkapkan pemrakarsa gerakan Indonesia Mengajar, yang juga Rektor Universitas Paramadina Jakarta, Anies Baswedan pada seminar ”Menyentuh Hati Generasi Berprestasi” dan Deklarasi Solo Mengajar di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jumat (25/5) sore.
”Selama kita menganggap kekayaan terbesar adalah alam, kita takkan pernah maju. Lain jika manusia Indonesia yang kita anggap kekayaan terbesar sehingga kita berupaya mencerdaskan manusianya. Jika manusianya cerdas, mudah mengubah bangsa karena manusianya cerdas mengelola kekayaan alam yang begitu luar biasa ini,” katanya.
Untuk itu, upaya mencerdaskan kehidupan bangsa harus menjadi upaya bersama. Pendidikan pun hendaknya tak dipandang sebagai program, tetapi tanggung jawab bersama. ”Dengan demikian, semua terlibat dan merasa memiliki masalah sehingga ikut berupaya mengatasi,” kata Anies.
Kondisi saat ini, secara nasional, 21 persen sekolah di perkotaan kekurangan guru. Di desa porsinya lebih besar, yakni 37 persen. Daerah terpencil, 66 persen sekolah kekurangan guru.
Untuk mengetuk keinginan kaum muda yang berprestasi, lanjut Anies, ia membangkitkan kebanggaan calon pengajar dengan bersedia mengajar di daerah-daerah terpencil. Dengan mengajar setahun, pengajar meninggalkan inspirasi seumur hidup bagi murid-muridnya.
Gerakan ini pun akhirnya direspons positif. Kaum muda di Solo mengikuti langkah ini dengan membentuk gerakan ”Solo Mengajar” dan terhimpun 130 relawan.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Furqon Hidayatullah mengatakan, menjadi pendidik harus menjiwai dan profesional. Dengan demikian, generasi penerus yang tercetak akan memiliki kualitas yang lebih baik.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.