Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Agraria Jadi Kendala Ekonomi Hijau

Kompas.com - 28/06/2012, 15:39 WIB
Ichwan Susanto

Penulis

PALANGKARAYA, KOMPAS.com - Ekonomi hijau memerlukan penyelesaian konflik tanah dan ketidakamanan penguasaan tanah. Pergeseran pada reformasi agraria dan jaminan kepemilikan melibatkan perubahan hukum, peraturan, paradigma dan membutuhkan adaptasi dalam praktik adat tentang kepemilikan tanah.

Sengketa kepemilikan tanah telah muncul secara konsisten sebagai masalah rutin yang mendasar pada program REDD+, sebagai salah satu model implementasi dari Ekonomi Hijau, sehingga kemajuan implementasi REDD+ berjalan lambat. Sebagai contoh, hutan gambut di Kalimantan Tengah bekas Proyek Mega-Beras di mana konflik memiliki sejarah panjang dari pergeseran kebijakan yang dimiliki mengakibatkan tumpang tindih hak atas tanah, dan perselisihan antara pemerintah pusat dan daerah dalam menggunakan tanah di daerah tersebut.

Peraturan masyarakat adat belum mampu untuk menjamin perlindungan hak tanah masyarakat adat karena infrastruktur yang lemah dan hilangnya budaya komunal karena penetrasi modal yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat adat di pusat Kalimantan.

Beberapa peraturan pusat maupun daerah justru menjadi ancaman serius bagi kelestarian lingkungan dan kerusakan ekologi dan perampasan tanah untuk rakyat di Kalimantan, termasuk di Kalimantan Tengah.

Hal tersebut dipaparkan dan menjadi satu bahasan utama dalam Journalist Class dengan topik "Ekonomi Hijau: Memecahkan Konflik Tanah dan Ketidakamanan Penguasaan Tanah" di Palangkaraya Kalimantan Tengah, Kamis (28/6/2012). Di acara yang merupakan hasil kerja sama Yayasan Perspektif Baru (YPB) dengan Kemitraan ini menghadirkan narasumber di Journalist Class adalah Siun Jarias (Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng), Mas Achmad Santosa (Deputi VI UKP4 Bidang Hukum), Dr. Noer Fauzi Rachman (Advisor on Agrarian Reform Kemitraan dan peneliti Sajogjyo Institute), dan Avi Mahaningtyas sebagai moderator.

Noer Fauzi Rachman mengatakan, masalah kronis Indonesia sekarang ini adalah perubahan-perubahan tata guna tanah yang drastis akibat pemberian konsesi-konsesi kehutanan, perkebunan dan pertambangan untuk perusahaan-perusahaan raksasa. Tidak sedikit, tanah, sumber daya alam dan wilayah rakyat dimasukkan oleh pejabat publik dalam konsesi-konsesi itu.

Lebih dari itu, layanan lingkungan yang diberikan oleh wilayah-wilayah hidup kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan petani kecil lainnya, tidak cukup dilindungi, bahkan sebaliknya dirusak tanpa dipulihkan para pemegang konsesi itu. Ini masalah lingkungan sekaligus keadilan sosial. Rezim-rezim kebijakan konsesi itu harus direformasi secara mendasar, termasuk dengan membatasi penguasaan dan pengusahaan tanah oleh perusahaan raksasa dan holding-nya.

Di lain pihak, pemerintah wajib melindungi penguasaan tanah kesatuan masyarakat hukum adat dan petani kecil serta memulihkan layanan alam yang rusak dan memberdayakan mereka secara politik ekonomi. Intinya, reforma agraria yang mengurus konflik-konflik agraria yang berupa pertentangan klaim antara konsesi-konsesi kehutanan, perkebunan dan pertambangan dengan masyarakat hukum adat dan petani kecil, adalah satu dari prakondisi utama untuk model pembangunan apapun, termasuk apa yang disebut ekonomi hijau.

Berdasarkan hal tersebut, sangat penting memecahkan masalah konflik tanah dan ketidakamanan kepemilikan tanah dalam rangka mencapai ekonomi hijau di Indonesia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com