Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Enaknya Jadi Sapi

Kompas.com - 10/09/2012, 07:51 WIB
Didik Purwanto

Penulis

MALANG, KOMPAS.com - Indonesia ternyata memiliki peternakan sapi sekaligus memproduksi susu dengan kapasitas besar. Bahkan lebih dari 50 persen susu yang diproduksi telah diekspor ke Singapura, Malaysia, Hongkong, Filipina, Taiwan dan Myanmar.

Adalah PT Greenfields Indonesia yang berlokasi di desa Babadan, Kecamatan Ngajum Malang yang memproduksi susu pasteurisasi dan susu Ultra High Temperature (UHT). Terletak di kawasan Gunung Kawi, PT Greenfields Indonesia memproduksi sekitar 20 juta liter susu setiap tahun. Susu segar tersebut dihasilkan dari peternakan sapi yang dikelola sendiri oleh perusahaan.

Namun sapi yang dikelolanya bukanlah sapi sembarangan. Perusahaan sampai harus mengembangbiakkan lebih dari 6.000 ekor sapi Friesian Holstein yang langsung diimpor dari Australia. Untuk pejantannya, perusahaan juga langsung mendatangkan spermanya dari sapi berkualitas di Amerika Serikat.

"Untuk sapi lokal, kualitas susunya tidak sebanyak dengan sapi Holstein tersebut. Apalagi untuk mencari sapi dengan jumlah yang banyak juga susah. Sehingga kita mengimpor induknya, kini kami mengembangbiakkan di sini sendiri dengan inseminasi," kata Head of Unit PT Greenfields Indonesia Heru Prabowo di Malang, Sabtu (8/9/2012).

Pakan

Sapi-sapi impor tersebut mendapat perlakuan istimewa di peternakan PT Greenfields Indonesia. Maklum saja, sapi-sapi ini harus siap diperah susunya sebanyak tiga kali sehari yang berlangsung setiap hari yaitu pukul 06.30 wib, pukul 14.30 wib dan 22.30 wib. Meski diperah setiap hari, kualitas susu dari sapi-sapi impor ini tetap terjaga.

Perusahaan memberi makan sapi tersebut dengan makanan bergizi. Sebut saja untuk anakan sapi berumur kurang dari 2 bulan diharuskan minum susu setiap hari. Setelah dua bulan, sapi tersebut akan diberikan konsentrat dan rumput khusus yang juga diimpor. "Ini untuk melatih sapi agar mulai terbiasa dengan makanan padat," jelasnya.

Agak dewasa sedikit, sapi diberi pakan batang, daun beserta buah jagung yang telah dicacah dan berumur sekitar dua bulanan. Selain itu, sapi juga diberi pakan rumput gajah (king grass). Pakan tersebut dicampur dengan rumput alfalfa dari Australia yang berprotein tinggi. "Sehari, sapi tersebut bisa mengonsumsi pakan sekitar 46 kg per ekor atau lebih dari 150 ton pakan untuk 6.000 ekor sapi," tambahnya.

Untuk jagung dan rumput gajah, perusahaan menerapkan pola kemitraan dengan masyarakat sekitar. Perusahaan akan membeli pakan tersebut dengan imbal hasil pupuk kompos akan diberi secara cuma-cuma. Pakan tersebut dibeli sekitar Rp 550 per kg.

Kandang

Dari sisi kandang, untuk sapi yang belum kawin akan diberi kandang dengan alas gergaji kayu. Alasannya, alas tersebut akan memberi efek kehangatan baik saat siang maupun malam hari. Selain itu, bahan gergajian kayu ini akan menyerap kencing sapi sehingga tidak mengotori lantai. Bila ada kotoran, petugas pun akan dengan mudah mengambil dan membersihkannya.

"Serbuk gergaji kayu ini dua bulan sekali diganti. Bahan tersebut juga bisa langsung dipakai untuk pupuk kompos," jelasnya.

Bila sapi sudah kawin, maka sapi akan ditempatkan di ruangan khusus yang disebut tunnel room. Di ruangan ini dilengkapi dengan sekitar 50 kipas raksasa yang bisa mendinginkan ruangan. Suhu di dalam ruangan ini bisa mencapai 20 derajat celcius dengan kecepatan angin di dalam ruangan sekitar 12-15 km per jam.

Untuk alasnya, dipakai pasir yang telah disaring sehingga menghasilkan butiran pasir halus. Pasir ini akan memberikan kenyamanan khususnya bila saat sapi tidur karena akan mengikuti kontur tubuh si sapi. Hal ini akan berbeda bila sapi tidur di lantai. "Sapi itu suka dingin atau setengah hangat lah. Kalau mereka bahagia di ruangannya, mereka akan makan lebih banyak sehingga hasil susu yang diperah nanti juga akan banyak," jelasnya.

Menurut Heru, bila dibanding dengan peternakan sapi biasa, peternakan sapi yang ada di Greenfields ini akan menghasilkan susu 5 liter lebih banyak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com