Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: PTDI Mengabaikan Karyawan

Kompas.com - 12/11/2012, 19:33 WIB
Dedi Muhtadi

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai, telah terjadi pengabaian masalah pemenuhan hak-hak ekonomi sosial dan budaya kepada para mantan karyawan PT Dirgantara Indonesia.

Terkait masalah pemberian hak pensiun kepada mantan karyawan, Komnas HAM juga menilai adanya ketidakprofesionalan sistem yang diterapkan dalam perusahaan.

Demikian rekomendasi Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI terkait peselisihan PTDI dengan para mantan karyawaannya yang disampaikan kepada Kompas, Senin (12/11/2012) di Bandung.

Ketua Umum Serikat Pekerja Dirgantara (SPEDI), Haribes Alinoesin dan kawan-kawan menjelaskan, secara bergelombang, pensiunan menggugat dana pensiun ke perusahaan industri pesawat terbang PT DI melalui Pengadilan Hubungan Industrial atau PHI Bandung, Jawa Barat.

Pasalnya, mereka dirugikan karena nilai pensiun tak didasarkan pada gaji pokok terakhir karyawan, tetapi ditentukan sepihak berdasarkan upah pokok tahun 1991. Dengan dasar itu, pensiun karyawan PT DI tertinggi Rp 1,5 juta dan terendah Rp 100.000.

"Ini merugikan kami karena perhitungan nilai pensiun para teknisi lebih rendah dari upah minum buruh pabrik," ujar Sekretaris SPEDI, Tirta Swastika dan Dadang Kelana, pensiunan PTDI.

Karena itu Komnas HAM merekomendasikan agar Direksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) diminta segera mengajukan anggaran untuk membayar pensiunan karyawan dalam rangka melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) RI 2 Mei 2012. Kementerian Negara BUMN diminta aktif melaksanakan tuntutan karyawan dengan meminta pengajuan anggaran ke Komisi VI DPR RI.

Komnas meminta semua pihak terkait untuk menghormati dan menindaklanjuti putusan sesuai peraturan yang berlaku. Surat Komnas HAM tertanggal 12 Oktober 2012 itu ditandatangani Komisioner Johny Nelson Simanjuntak dari Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan.

Gugatan bergelombang
Kerugian yang diterima karyawan karena nilai pensiun tidak didasarkan pada nilai gaji pokok terakhir. Dadang Kelana misalnya yang bermasa kerja 27,18 tahun, gaji pokok terakhir pada pertengahan tahun 2012 tercatat Rp 3.401.00.

Tetapi ia menerima pensiun atau penghasilan dana pensiun pada September 2012 hanya Rp 971.496 sehingga kekurangan pembayaran manfaat dari PTDI sekitar Rp 226.270.340. Demikian juga Achmad Hidayat dengan masa kerja 33,58 tahun hanya dapat pensiun dari perkalian upah pokoknya Rp 809.400. Padahal gaji pokok terakhirnya Rp 4.001.800

Gugatan 56 pensiunan karyawan gelombang pertama bernilai total Rp 8 miliar, gelombang kedua dari 13 karyawan senilai Rp 16 miliar dan gugatan gelombang ketiga dari 28 karyawan Rp 6 miliar.

Gugatan pertama sudah memiliki kekuatan hukum karena kasasi PTDI ditolak MA. Dalam sidang eksekusi di Pengadilan Negeri Bandung Kamis (8/11) lalu, Direktur Umum Sukat Wikamto mewakili PTDI meminta dua minggu untuk memberikan jawaban.

Alasannya pihak PTDI sedang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas gugatan para mantan karyawan itu. Namun Majelis Hakim menyatakan, pengajuan PK dalam perkara ini tidak mempengaruhi eksekusi.

Gugatan gelombang kedua sudah dimenangkan karyawan di PHI dan PTDI melakukan kasasi ke MA. Sementara gugatan ketiga mulai disidangkan di PHI Bandung, Senin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Whats New
IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

Whats New
Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Whats New
Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Whats New
Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Whats New
Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Whats New
Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Work Smart
Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com