Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

53,9 Juta Pekerja Perlu Dididik Lagi

Kompas.com - 07/12/2012, 02:44 WIB

Jakarta, Kompas - Peningkatan kualifikasi pendidikan separuh angkatan kerja mutlak dijalankan untuk meningkatkan produktivitas nasional. Anggaran pendidikan dan kebudayaan harus bisa dialihkan bertahap untuk mendidik 53,9 juta pekerja berpendidikan sekolah dasar.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan hal ini di Jakarta, Rabu (6/12). Badan Pusat Statistik mencatat, dari 110,8 juta orang bekerja per Agustus 2012, sebanyak 53,9 juta orang maksimal berpendidikan SD.

”Salah satu pembahasan Desk Penciptaan Lapangan Kerja adalah bagaimana agar angkatan kerja berpendidikan SD berubah signifikan. Salah satu caranya adalah harus ada konsentrasi alokasi APBN untuk meningkatkan kualitas pendidikan angkatan kerja formal,” kata Muhaimin.

Peningkatan kualifikasi pendidikan ini melanjutkan upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan buruh. Langkah ini mendesak diwujudkan agar pekerja domestik bisa bersaing dengan pekerja dari negara ASEAN saat pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015.

Menurut Muhaimin, peningkatan pendidikan 53,9 juta pekerja itu membutuhkan sedikitnya Rp 10 triliun per tahun. Dana ini diarahkan untuk melengkapi balai latihan kerja, membiayai peningkatan jenjang sekolah gratis bagi pekerja, dan menyediakan beragam program peningkatan produktivitas yang berkelanjutan.

PMA tak terpengaruh

Secara terpisah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal M Chatib Basri mengatakan, berdasarkan data realisasi investasi sampai September 2012, porsi sektor padat karya dari perusahaan penanaman modal asing (PMA) terhadap total PMA kurang dari 10 persen.

”Kita bisa melihat bahwa dampak kenaikan upah terhadap realisasi investasi PMA relatif terbatas. Jika berdasarkan lokasi, persentase PMA yang berlokasi di DKI Jakarta dan Jawa Barat sekitar 32 persen,” kata Chatib Basri, di Jakarta, Kamis malam.

Artinya, sebagian besar investasi PMA berada di luar daerah yang upah minimum provinsinya tidak naik tajam. Dari gambaran ini, kita bisa melihat bahwa dampak kenaikan upah terhadap realisasi investasi total relatif terbatas.

Selain itu, sebagian besar perusahaan PMA membayarkan penghasilan (take home pay) di atas upah minimum. ”Keprihatinan PMA adalah jaminan keamanan. Buruh mereka yang tak ikut mogok dipaksa mogok dan juga sweeping,” ujar Chatib.

(HAM/PPG/INK/COK/IRE/RAZ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com