Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hentikan Perluasan Kebun Sawit

Kompas.com - 18/12/2012, 19:56 WIB
Irene Sarwindaningrum

Penulis

PALEMBANG, KOMPAS.com - Pertanian kelapa sawit mulai jenuh dengan bertambahnya panen yang tak diimbangi perluasan pasar maupun kapasitas industri. Guna mencegah kerugian petani lebih jauh, solusinya adalah menghentikan perluasan kebun sawit atau memperluas pemasaran sawit.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Sriwijaya Andy Mulyana mengatakan, kelebihan panen kelapa sawit terjadi salah satunya karena kebun swadaya masyarakat terus meluas sedangkan sebagian besar pabrik telah mempunyai kebun inti dan plasma sendiri guna memenuhi kebutuhannya.

"Tahun ini merupakan tahun terparah dalam perdagangan sawit di tingkat petani," katanya di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (18/12/2012). Akibatnya, banyak petani sawit merugi karena sawit dibiarkan rusak karena tak terbeli. Sejumlah petani juga terpaksa menjual panennya kepada tengkulak dengan harga sangat rendah yaitu berkisar Rp 300-Rp 600 per kilogram.

Adapun harga patokan di pabrik dapat mencapai Rp 1.200 per Kg. Faktor lainnya adalah turunnya permintaan minyak sawit mentah (crude palm oil-CPO) karena krisis ekonomi global.

Sejumlah pabrik pengolahan CPO swasta terpaksa mengurangi pembelian dari petani. Hal ini dikatakan Andy menanggapi banyaknya keluhan petani sawit yang merugi hingga jutaan rupiah karena kesulitan menjual hasil panennya.

Di Sumatera, masalah ini terjadi di daerah-daerah penghasil sawit seperti Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Riau, dan Sumatera Utara. Menurut Andy, guna menghindari kerugian petani lebih parah, terobosan di bidang pertanian serta industri sawit mendesak dilakukan. Salah satunya adalah menghentikan (moratorium) perluasan perkebunan sawit hingga saat industri sawit lebih berkembang.

Upaya lain adalah meningkatkan pemasaran dengan mencari pasar ekspor baru maupun meningkatkan industri hilir CPO di dalam negeri. Selama ini, Indonesia lebih banyak mengekspor sawit dalam bentuk CPO.

Ekonomi sawit akan lebih tahan terhadap krisis ekonomi luar negeri jika CPO diolah sebagai produk jadi seperti margarin, minyak sawit, makanan, hingga kosmetik.

Terkait hal ini, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII berencana mendirikan satu pabrik CPO baru di Sumsel dengan kapasitas produksi 200 ton tandan buah segar (TBS) per jam. Pembangunan direncanakan tahun 2013 dan dapat beroperasi lima tahun mendatang.

Pada masa puncak panen tahun 2012 ini, sekitar 25 persen panenan petani plasma PTPN VII tak tertampung. "Pendirian pabrik baru juga diharap bisa menyerap semua panen petani," kata Kepala Urusan Humas PTPN VII Sandry Kamil.

Saat ini, PTPN VII telah mempunyai empat pabrik pengolahan CPO di Sumsel dan Lampung. Masing-masing pabrik berkapasitas sekitar 200 ton tandan buah segar per jam.

Tokoh Petani Sawit dari Asosiasi Petani Sawit Ogan Komering Ilir M Taufik mengatakan, pemerintah, petani, dan perusahaan pengolah CPO perlu segera berdiskusi guna mencari solusi permasalahan ini. Sebab, kondisi ini berpotensi menimbulkan konflik sosial baru di daerah penghasil sawit, salah satunya unjukrasa petani.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com