Jakarta, Kompas
Menurut Ketua Umum Dewan Kedelai Nasional Benny A Kusbini, Kamis (10/1), di Jakarta, yang diperlukan adalah kesungguhan dan kemauan politik dari pemerintah kalau memang berniat membantu petani dengan sungguh-sungguh mau meningkatkan produksi kedelai nasional.
”Dengan cara ini, pemerintah tidak perlu keluar uang dari APBN, jadi tidak perlu dukungan fiskal,” katanya.
Dengan impor kedelai setiap tahun sebanyak 2 juta ton, untuk bea masuk Rp 1.000 per kilogram, pemerintah mendapat pemasukan Rp 2 triliun setiap tahun.
Pengenaan bea masuk kedelai sekaligus juga untuk memproteksi kedelai dalam negeri.
Pemerintah tidak bisa lagi hanya menerapkan indikator harga dalam melihat kedelai. Selama ini, indikator harga yang hanya menjadi pertimbangan utama. Ketika harga kedelai tinggi, pemerintah buru-buru impor. Pemerintah tidak pernah mempertimbangkan dampak jangka panjang kalau Indonesia tidak memproduksi kedelai dan stok kedelai di pasar dunia kosong.
Menteri Perdagangan Gita Irawan Wirjawan menyatakan tidak ada dukungan fiskal untuk menopang kebijakan harga pembelian pemerintah untuk komoditas kedelai. Karena instrumen anggaran gagal, Kementerian Perdagangan akan memanfaatkan instrumen perdagangan, dengan memanfaatkan dana keuntungan yang ada di Perum Bulog meski dengan jangkauan yang terbatas.
Sekretaris Jenderal Himpunan Perajin Tahu Tempe Indonesia (Hipertindo) Johanda Fadil menyatakan, pemerintah sama sekali tidak melakukan proteksi harga untuk mendorong peningkatan produksi kedelai nasional. Begitu petani panen, kedelai impor masuk banyak. Sebaliknya, saat tidak panen harga kedelai impor dinaikkan.