Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

I Ketut Mardjana, Membangunkan Raksasa Tidur

Kompas.com - 01/04/2013, 10:46 WIB

M Clara Wresti

Perkembangan teknologi yang sangat maju telah mengubah banyak hal. PT Pos Indonesia, badan usaha milik negara yang kehadirannya telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda, pun harus berbenah. Setelah tertidur sejak 2004 hingga tidak mencetak laba, pada 2009 PT Pos Indonesia bangkit.

PT Pos Indonesia tidak lagi menjadi perusahaan yang melayani jasa pos, tetapi juga memanfaatkan tangan-tangan guritanya sebagai kekuatan perusahaan jaringan.

Adalah I Ketut Mardjana (62), Direktur Utama PT Pos Indonesia yang berhasil membangunkan raksasa tidur itu, mendorongnya bekerja giat, dan akhirnya menghasilkan laba yang luar biasa. Pada tahun 2008 tercatat kerugian perseroan mencapai Rp 70,749 miliar. Namun, begitu ditangani Mardjana, perseroan langsung mencetak laba sebesar Rp 98,266 miliar. Tahun 2012, perseroan mencatat laba Rp 212 miliar.

Mardjana yang menimba ilmu dari Institut Ilmu Keuangan Jakarta dan melanjutkan pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Monash, Melbourne, Australia, ini mempunyai segudang pengalaman manajerial di beberapa perusahaan. Tercatat, Mardjana pernah bekerja sebagai Direktur Pengembangan Usaha dan Umum PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) Tbk, Direktur Eksekutif Keuangan PT CMNP Tbk, Direktur Informasi dan Pengembangan Peraturan BUMN di Kementerian Keuangan, dan menjadi komisaris di sejumlah perusahaan.

Ilmu dan pengalamannya inilah yang dipakai untuk memperbaiki kinerja PT Pos Indonesia sehingga mengalami transformasi yang signifikan. Berikut wawancara dengan I Ketut Mardjana tentang bagaimana dia mentransformasi perusahaan pelat merah itu.

Saat ini kondisi PT Pos Indonesia sudah sangat bagus ya?

Jika orang lain melihat kondisi kantor pos sekarang, tentu tidak pernah terbayangkan apa yang terjadi sebelumnya. Saya sendiri merasa waktu 24 jam sehari tidak cukup untuk membenahi PT Pos Indonesia. Bahkan tidur hanya satu jam di malam hari.

Kerja keras sekali?

Bisa dibilang begitu. Memang tidak kerja di balik meja terus-menerus, tetapi saya lebih banyak di luar, mendatangi kantor-kantor pos di seluruh Indonesia. Menurut pandangan saya, kehadiran pemimpin di antara anak buah akan memberikan motivasi yang tinggi bagi mereka. Sering kali saya baru selesai acara hingga tengah malam, harus mengejar pesawat penerbangan pertama untuk pergi ke kantor pos berikutnya. Jadi, ya, tidurnya hanya satu jam.

Mengapa harus bertemu dengan karyawan?

Dari sanalah kita bisa mengetahui apa yang terjadi sebenarnya di dalam kantor pos. Pertama kali menjabat, saya tidak pernah bertanya kepada jajaran direksi tentang persoalan yang ada. Saya malah berbicara dengan tukang parkir, sopir, petugas di loket, dan sebagainya.

Saya melihat sendiri bagaimana mobil pos pergi ke Bandung hanya membawa sepertiga muatan. Tidak lama kemudian satu mobil pergi lagi untuk tujuan yang sama. Ini inefisiensi yang membuat keuangan perusahaan bocor di sana-sini. Inefisiensi juga terjadi pada alat-alat yang sudah lama, yang hanya bisa memakai satu tinta buatan Perancis. Saya ganti semua peralatan itu sehingga tidak perlu impor lagi.

Dari segi penampilan, saya lihat sendiri bagaimana banyak kantor pos yang kumuh, kotak surat yang tertutup warung atau tanaman rambat. Di dalam kantor pos juga banyak terdapat pedagang. Istri pegawai berdagang, serikat pekerja berdagang, koperasi berdagang, orang luar juga berdagang. Kantor pos jadi sumpek dan kotor. Akhirnya, saya larang semua. Kantor pos harus rapi, tak ada yang boleh berdagang di dalam.

Apakah tidak mengalami perlawanan dari dalam?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com