Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Thatcher, SBY, dan BBM

Kompas.com - 30/04/2013, 02:49 WIB

Selasa, 9 April 2013, siang, anggota Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizasyah, di halaman Istana Kepresidenan, Jakarta, mengumumkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah melayangkan surat ungkapan belasungkawa atas meninggalnya mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher kepada keluarganya.

Banyak kaitannya sosok Thatcher dengan Indonesia. Presiden Yudhoyono, yang saat ini banyak dipuja dan dihormati di dunia internasional, sungguh tepat dan sepantasnya melayangkan pernyataan belasungkawa itu.

Kini Indonesia sedang menghadapi masalah bahan bakar minyak (BBM) yang berkaitan dengan pasar internasional. Thatcer punya peran besar terciptanya situasi sekarang. BBM adalah bagian penting dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Kita lihat sejarah. Tahun 1973, terjadi perang besar di Yom Kippur, antara Mesir yang didukung negara-negara Arab lainnya dan Israel yang didukung Eropa Barat serta Amerika Serikat. Pertempuran ini diikuti dengan aksi penghentian pengiriman minyak dari negara-negara Arab yang tergabung dalam Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Arab Saudi adalah negara utama dalam OPEC. Menteri Perminyakan Arab Saudi Sheik Ahmed Zaki Yamani adalah tokoh yang paling berpengaruh di OPEC. Yamani adalah otak dari penetapan kuota produksi dan harga minyak dunia.

Embargo minyak dunia Arab ini hantaman bagi kehidupan di Barat.

Ahli soal perdagangan minyak dunia yang tinggal di London, Salvatore Carollo, melukiskan situasi di AS yang dilanda krisis minyak sampai banyak orang yang harus jalan kaki dan naik sepeda.

Namun, tahun 1981, terjadi Perang Iran-Irak. Iran butuh uang, maka negeri ini memproduksi dan menjual minyak di luar ketentuan kuota OPEC. Situasi itu diikuti munculnya produksi minyak 700.000 barrel per hari di sebuah pulau kecil Laut Utara. Di pulau kecil itu ada burung bernama Brent yang kemudian dipakai sebagai nama semacam sistem dunia minyak dari Laut Utara ini. Sistem Brent ini menghantam kuota OPEC. Hantaman Brent terhadap OPEC ini dimotori oleh Thatcher yang dibantu Presiden Ronald Reagan dari AS. Gerak Thatcher di dunia perminyakan ini juga salah satu penyebab Sheik Yamani turun dari jabatannya. Dominasi OPEC melemah.

Situasi harga minyak dunia semakin tidak menentu tahun 1981, ketika terjadi perang harga minyak setelah Arab Saudi mengumumkan sistem netback value yang mengubah sistem oligopoli menjadi competitive free market (pasar bebas dengan kompetisi).

Perusahaan minyak Indonesia harus tahu persis peta itu. Caranya dengan menggali pengalaman lewat sistem overseas, mengambil minyak dari ladang-ladang di negeri orang, seperti yang dilakukan perusahaan minyak Malaysia. Potensi Indonesia untuk itu lebih besar ketimbang Malaysia.

Indonesia kini punya SBY yang piawai berdiplomasi dengan gaya soft power yang dihormati dunia. Ini modal besar untuk melakukan sistem overseas. Indonesia punya beberapa orang ahli berpengalaman dengan sistem ini. (J Osdar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com