Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Chatib Basri: Penyakit Kronis Birokrasi adalah Kurang Responsifnya Pegawai

Kompas.com - 05/10/2015, 14:59 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Keuangan era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Chatib Basri, mengingatkan pemerintah mengenai pentingnya langkah-langkah jangka pendek meski skalanya kecil.

Menurut Chatib, langkah-langkah pendek perlu dilakukan untuk meredam gejolak ekonomi yang terjadi saat ini. Salah satunya adalah terus melakukan reformasi birokrasi dalam tubuh lembaga atau kementerian.

Dia menceritakan pengalamannya saat memimpin Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) beberapa tahun silam. Hal pertama yang ia lakukan adalah memaksa pegawai BKPM untuk mengangkat telepon. Bagi Chatib, penyakit kronis birokrasi di Indonesia adalah kurang responsifnya pegawai, baik di pemerintah pusat maupun daerah.

Bahkan tutur pria berkacamata itu, pegawai pemerintahan sudah terlatih untuk mengatakan tidak untuk segala perintah.

"Saya ketika di BKPM, orang tanya reform-nya apa, saya katakan coba lihat website BKPM. Bisa ngerti enggak kita? Enggak bisa orang isinya peraturan presiden, peraturan pemerintah, kita enggak akan bisa ngerti. Kalau saya investor, kalau enggak ngerti ya saya telepon. Tapi ada enggak yang angkat telepon di kantor pemerintah? Enggak ada. Makanya yang pertama saya lakukan adalah memaksa agar pegawai angkat telepon," ujar Chatib Basri dalam acara seminar ekonomi nasional di Jakarta, Senin (5/10/2015).

Reformasi dalam skala kecil itu kata dia mesti dilakukan oleh semua lembaga atau kementerian bila menginginkan adanya suatu perubahan. Pemerintah menurut Chatib tak boleh memposisikan diri dalam keadaan yang pasif menunggu izin DPR untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang besar, misalnya pembangunan infrastruktur.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah tanpa harus menunggu izin DPR. Begitu kata dia. Perubahan dalam skala kecil itu diakui Chatib tak akan mendapatkan perhatian dari media. Tapi baginya, arah kebijakan pemerintah bukanlah ditentukan oleh pemberitaan-pemberitaan di media massa.

"Ini tidak akan jadi headline kalau enggak heboh. Tapi kalau (pemerintah) mengejarnya headline, ya repot. Republik ini kan bukan republik yang ditentukan oleh kantor redaksi," kata Chatib.

Chatib juga mengkritisi berbagai target pemerintah yang dinilainya terlalu besar. Seharusnya kata dia, pemerintah lebih realistis dalam membuat target kebijakan.

"Saya ingin membuka, kita ini harus lebih realistis. Supaya kita enggak melakukan kesalahan seperti yang lalu-lalu. Kita senang sekali melihat dunia begitu indah, nyatanya dalam birokrasi enggak. Meraka itu terlatih untuk bilang enggak. Itu yang terjadi," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Manuver KAI Memohon ke Pemerintah Ringankan Beban Utang Kereta Cepat

Manuver KAI Memohon ke Pemerintah Ringankan Beban Utang Kereta Cepat

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 26 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 26 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Bulog Siap Beli Padi yang Dikembangkan China-RI di Kalteng

Bulog Siap Beli Padi yang Dikembangkan China-RI di Kalteng

Whats New
Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Taati Aturan Pemda

Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Taati Aturan Pemda

Whats New
Efisiensi Anggaran Makan Siang Gratis

Efisiensi Anggaran Makan Siang Gratis

Whats New
Utang Pemerintah ke Bulog Capai Rp 16 Triliun, Dirut: Hampir Semua Sudah Dibayarkan

Utang Pemerintah ke Bulog Capai Rp 16 Triliun, Dirut: Hampir Semua Sudah Dibayarkan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com