Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Pemikiran Kartini tentang Korupsi...

Kompas.com - 21/04/2016, 12:15 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Raden Ajeng Kartini menyoroti persoalan korupsi oleh pejabat negara pada zamannya. Ia mengutuk praktik korupsi tersebut. Mari menilik pemikirannya soal korupsi.

"Kejahatan yang memang ada atau lebih baik yang merajalela ialah hal menerima hadiah yang saya anggap sama jahat dan hinanya dengan merampas barang-barang milik rakyat kecil," demikian tulis Kartini pada sahabat penanya, Estella Zeehandelar, di Belanda, 12 Januari 1900.

Namun, Kartini melihat korupsi pada zamannya secara lebih "manusiawi". Korupsi bukan semata-mata karena sang pejabat negara itu, melainkan juga karena sistem pemerintahan yang belum mapan sepenuhnya.

Kartini menulis, "Tetapi, saya tidak boleh hanya menyalahkan hanya berdasarkan kenyataan-kenyataan begitu saja. Saya juga harus memperhatikan keadaan para pelaku kejahatan itu."

"Menerima hadiah-hadiah itu dilarang oleh pemerintah bagi pegawai-pegawai. Tetapi, kepala-kepala Bumiputera adalah golongan rendah yang digaji sedikit sekali sehingga hampir merupakan suatu keajaiban bagaimana mereka mencukupi keperluan hidup dengan gaji yang sedikit itu," lanjut dia.

Ironi juru tulis distrik

Kartini yang merupakan putri dari seorang bangsawan kemudian mencontohkan gaji juru tulis distrik.

Ia menyebut, juru tulis bekerja sampai bongkok punggungnya, tetapi tidak mendapat gaji yang layak.

Meski hanya juru tulis, mereka dihadapkan pada gaya hidup pemerintahan yang cukup mewah kala itu, menyesuaikan dengan orang Belanda yang menjadi kaki tangan di Bumi Nusantara.

Ia harus membiayai keluarganya, membayar sewa rumah, berpakaian rapi dan bersih. Intinya, tulis Kartini, mereka harus menunjukkan kecukupan lahiriah demi menjunjung tinggi martabat golongan dibanding mereka yang bergolongan lebih rendah, rakyat jelata. Ironis.

Saat pertama kali atau kedua kali diberi setandan pisang oleh penyuap, lanjut Kartini, mereka masih bisa menolak.

Namun, ketika dicoba diberi untuk ketiga kali hingga keempat kali, mereka mulai bimbang hingga akhirnya tanpa ragu menerimanya.

"Apa yang saya lakukan ini bukanlah suatu kejahatan, pikirnya. Saya kan tidak minta, saya diberi. Dan memangnya saya gila untuk menolak, kalau saya dapat menggunakan pemberian itu dengan baik," tulis Kartini.

Kartini menganggap, pemikiran seperti inilah yang membahayakan bagi kerusakan moral pejabat.

"Pemberian hadiah itu bukan hanya pernyataan penghormatan, tetapi juga alat pencegah salah suatu kejahatan yang pada suatu hari dapat menimpa pemberi itu dari pihak atasan. Nah, kalau ia ditangkap oleh wedana karena salah satu pelanggaran kecil, maka ia dapat mengharapkan pembelaan dari temannya, juru tulis distrik itu," tulis Kartini.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com