Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tips Mudah Bedakan Investasi Bodong atau Tidak

Kompas.com - 11/08/2017, 10:42 WIB
Ari Maulana Karang

Penulis

GARUT, KOMPAS.com - Banyaknya bisnis investasi bodong di masyarakat dalam berbagai bentuk investasinya. Membuat masyarakat harus lebih berhati-hati dalam melakukan investasi.

Fredy Chandra, Direktur Utama PT Internasional Mitra Futures (Foreximf.com), perusahaan perdagangan berjangka yang berpusat di Bandung, mengatakan ada beberapa cara mudah membedakan investasi bodong dengan yang tidak.

Salahsatu cara yang paling mudah adalah dengan melihat suku bunga yang ditawarkan.

"Jika suku bunga yang ditawarkan diatas suku bunga bank rata-rata, apalagi sampai dua kali lipat suku bunga bank, itu bisa jadi investasi bodong," jelasnya saat ditemui di sela acara edukasi perdagangan berjangka di Garut, Kamis (10/8/2017).

(Baca: Hindari Investasi Bodong, Tokoh Agama dan Masyarakat Juga Perlu Edukasi Keuangan)

 

Fredy melihat, tidak logis jika sebuah perusahaan investasi menarik dana dari masyarakat untuk kemudian memberikan bunga yang lebih tinggi.

Jika benar investasi yang dilakukan perusahaan tersebut memang menguntungkan, kenapa tidak pakai uang sendiri atau meminjam dari bank yang bunganya lebih rendah.

"Secara logika saja, jika benar investasinya menguntungkan, uang sendiri saja yang diinvestasikan, atau pinjam dari bank, kan bunganya bisa lebih rendah," katanya.

Perusahaan investasi bodong, menurut Fredy, biasanya memberi janji bunga per bulan kepada nasabahnya mulai 1-5 persen.

Jika dikalkulasikan dalam satu tahun jumlahnya bisa lebih dari suku bunga Bank Indonesia yang besarannya hanya sekitar 6-7 persen.

Jika BI saja hanya bisa memberikan bunga antara 6 hingga 7 persen, menurut Fredy apakah mungkin ada perusahaan yang bisa memberikan bunga diatas yang ditetapkan BI.

Hal ini menurutnya jadi tanda tanya, seharusnya masyarakat bisa menilai dari sisi itu. Fredy menuturkan, cara lain mengidentifikasi investasi bodong adalah dari cara perekrutan nasabah.

Biasanya, perekrutan seakan-akan seperti Multi Level Marketing (MLM). Padahal, polanya bukan MLM melainkan cara Ponzy.

MLM memberi keuntungan lewat penjualan produk orang yang direkrutnya, sementara gaya Ponzy orang yang merekrut bisa langsung dapat keuntungan finansial saat merekrut orang baru.

"Kalau dilihat, menurut saya ada proses money game, gali lubang baru untuk tutup lubang yang lama," katanya.

Halaman:



Terkini Lainnya

Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Whats New
Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Whats New
Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Whats New
Pasokan Gas Alami 'Natural Decline', Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Pasokan Gas Alami "Natural Decline", Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Whats New
BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Whats New
Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Work Smart
Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Whats New
Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Whats New
Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Whats New
Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Whats New
Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Whats New
Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com