Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Indonesia Merdeka dalam Studi Masa Depan

Kompas.com - 19/08/2017, 18:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Sayangnya per tahun 2015, nama Indonesia belum muncul sebagai anggotanya. Itu menandakan kita kurang menaruh minat besar pada kajian masa depan.

Padahal fenomena disruptive innovation, yang di Indonesia ditandai dengan munculnya ojek dantaksi online, aplikasi fintech dan lainnya, telah diramalkan sejak 1995 oleh sarjana Amerika, Clayton M Christensen.

Hasilnya bisa dilihat seperti ojek dan taksi online yang massif sejak 2010 lalu, yang membuat kita gagap.

Di awal-awal, saat turbulensi terjadi antarpelaku ekonomi (offline dan online), negara justru berlindung di balik argumen tiadanya payung hukum. Padahal yang semacam itu harusnya bisa diantisipasi 5 tahun sebelumnya.

Itu sepenggal contoh bagaimana peristiwa hari ini sesungguhnya sudah teramalkan 15 tahun sebelumnya. Sayangnya, kita alpa.

Proyek masa depan

Di beberapa negara atau lembaga yang memiliki proyek studi masa depan, mereka secara aktif membangun simpul partisipasi publik.

Beberapa contoh sebutlah www.goboston2030.org, www.sdsegypt2030.com, www.chinafile.com, www.canada2030.ca, www.ayandeban.com, www.futureofsingapore.org, www.youthfutureproject.org, www.thevenusproject.com.

Tujuannya adalah sebagai kanal informasi dan partisipasi soal visi kota, negara, dunia di 20 atau 30 tahun yang akan datang. Belajar dari itu, kita membutuhkan kanal sejenis agar warga bisa ikut membayangkan bagaimana wajah Indonesia di tahun 2045.

Visi Indonesia 2045 harusnya menjadi momentum bagi negeri ini untuk menyeriusi kajian masa depan. Kampus-kampus perlu membuka program studi atau jurusan kajian masa depan.

Lembaga-lembaga independen perlu gunakan perspektif masa depan dalam penyusunan kertas kebijakan. Lalu generasi milenial perlu mengembangkan cara berpikir baru yang lebih kreatif-preventif. Dan tentu saja, pemerintah seperti Bappenas/Bappeda perlu membuat kebijakan yang berjangka panjang.

Mari kita bayangkan bila tanah-tanah mulai habis untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah daerah harus mulai membuat kebijakan perumahan vertikal alih-alih horizontal. Sawah makin mengecil karena land grabbing, sampah dan limbah yang mencemari tanah dan air serta potensi kemacetan akibat grojogan kredit motor atau mobil murah yang tak selaras dengan panjang ruas jalan. Dan, lain-lain dan sebagainya.

Daya tampung yang terbatas berbanding terbalik dengan pertambahan penduduk akan membuat trade off bila sekedar tambal sulam kebijakan.

Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam sebuah wawancara di Jakarta Globe pada  2011 mengatakan akan menjadi part-time futurologist selepas tak menjabat.

Saya pikir, orang-orang seperti saya yang bekerja sehari-hari di koperasi serta orang dengan latar belakang pekerjaan apa pun bisa ikut mengkaji masa depan secara paruh waktu.

Internet memungkinkannya, lebih-lebih bagi generasi Y dan Z mendatang. Manfaatnya paling tidak kita bisa meramalkan bagaimana perkembangan masa depan sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan di rumah dan ruang kerja masing-masing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com