Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu, Pembenahan Kembali Pembiayaan Armada Transportasi Daring

Kompas.com - 21/08/2017, 11:14 WIB
Josephus Primus

Penulis

KOMPAS.com - Pelaku bisnis transportasi dalam jaringan (daring), termasuk dalam hal ini perusahaan pembiayaan (multifinance) menganggap perlu pembenahan kembali pembiayaan armada. Dalam hal ini, perusahaan pembiayaan menunjuk pada armada taksi daring.

Sesuai rilis yang diterima Kompas.com pada Minggu (20/8/2017), Executive Officer (CEO) Astra Credit Companies (ACC) Jodjana Jody di Jakarta berpendapat bahwa multifinance mulai membatasi pembiayaan mobil untuk taksi daring.  “Saya tidak hafal berapa jumlah mobil yang ditarik. Tapi, saya kira bisa ratusan. Kelihatannya sudah banyak orang terjun ke bisnis ini, sehingga pendapatan pengemudi turun dan tidak sanggup bayar cicilan bulanan kredit mobil,” ujarnya.

Jody tidak dapat menyebutkan besaran penurunan pembiayaan taksi daring. Sebab, biasanya sopir taksi daring mengajukan permohonan pembiayaan sebagai individual. Multifinance baru tahu mobil digunakan untuk taksi daring, setelah debitor menunggak cicilan.

Sebelumnya, pelaksanaan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek berjalan baik. Aturan itu mengatur tarif atas dan tarif bawah taksi daring. “Secara nasional berjalan baik. Kami masih terus memantau pelaksanaannya di lapangan," ujar Kahumas Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Pitra Setiawan.

Menurut Pitra, operator taksi daring juga paham dan sepakat tentang tarif atas dan tarif bawah yang diberlakukan. Mereka juga membuka akses digital dashboard, sehingga Kemenhub bisa mengetahui anggota dari operator taksi daring tersebut.

Pitra menegaskan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdar)  Kemenhub terus memantau pelaksanaan peraturan ini. Yang tidak ditoleransi Kemenhub adalah hal menyangkut soal keselamatan, karena angkutan umum membawa orang. Oleh sebab itu, masalah uji KIR kendaraan menjadi hal yang sangat krusial.

Di sisi lain, mengingat taksi daring menggunakan mobil pribadi dan performa mobil pribadi tetap ingin dipertahankan, stiker tanda uji KIR berbeda dengan kendaraan umum lainnya. Jika pada kendaraan umum stiker uji KIR ditempelkan di bagian luar badan kendaraan dengan ukuran sekitar 20 centimeter (cm) , pada taksi daring, stiker uji KIR diletakkan di bagian dalam kendaraan.

Lagipula, ukuran stiker itu pun kecil, hanya sekitar 5 cm. Sementara, peneng uji KIR yang pada kendaraan umum lainnya dipasang di pelat nomor kendaraan, pada taksi daring pemasangannya tersembunyi dengan diletakkan dekat bagian mesin kendaraan.

Pada kesempatan selanjutnya, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai, Kemenhub harus turun ke lapangan untuk mengecek pelaksanaan aturan itu. “Harga awal Rp 2.000 saja masih berlaku. Padahal, seharusnya Rp 3.500 untuk tarif batas bawah, ujar Agus.

Dalam aturan yang berlaku mulai 1 Juli 2017 itu disebutkan, untuk taksi daring berlaku tarif atas dan tarif bawah. Untuk wilayah I yang meliputi Sumatera, Jawa dan Bali, tarif batas bawahnya Rp 3.500 dan tarif batas atas Rp 6.000. Untuk wilayah II yang meliputi semua wilayah di luar wilayah I, tarif bawahnya Rp 3.700 dan tarif atas Rp 6.500.

Menurut Agus Pambagio, tindakan Kemenhub saat ini tidak tegas. Seharusnya, mulai 1 Juli 2017, ada penindakan tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan taksi daring, termasuk masalah kuota, KIR, dan pajak. “Soal pajak ini pemerintah harus benar-benar tegas," demikian Agus Pambagio.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com