Ironisnya, ketika pihak berwajib menilik dua rekening yang dimiliki oleh FT, saldo yang tersisa hanya sekitar Rp 2,8 juta.
(Baca Saldo Hanya Rp 1,3 juta, Polisi Telusuri Aliran Dana dari Rekening First Travel)
Bagaimana mungkin dana ratusan miliar rupiah menguap begitu saja dan menyisakan saldo hanya jutaan rupiah?
Anehnya, ketika pemilik FT ditanya, ke mana aliran dana itu, maka ia hanya berkelit lupa.
Namun, berdasarkan penelurusan (tracking) yang dilakukan oleh Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan bahwa sekitar 30 persen dari dana umrah tersebut telah disalahgunakan oleh pemilik FT untuk kepentingan pribadi (Detik.com, 20/8/2017).
Pemilik FT menggunakan dana umrah tersebut untuk membeli berbagai aset untuk kebutuhan pribadi, mulai dari mobil mewah, rumah mewah, dan untuk menunjang gaya hidup yang mewah dan glamor.
(Baca Polisi Juga Sita Rumah Mewah Bos First Travel di Sentul)
Setelah kasus FT ini terkuak, sejumlah foto beredar yang menunjukkan pemilik FT ini sedang berlibur di luar negeri dengan berbagai latar tempat wisata terkenal.
Bukan itu saja, FT juga ditengarai telah menempatkan dana umrah ini di koperasi Pandawa Group, yang sebelumnya telah diputus pailit dengan kerugian dana masyarakat mencapai triliunan rupiah.
Mengapa FT bisa memberikan harga yang murah jauh di bawah pasar? Sejumlah pihak pun menengarai bahwa itu bisa dilakukan karena FT menjalankan bisnisnya menggunakan model skema ponzi.
(Baca Skema Ponzi Dominasi Investasi Bodong di Indonesia)
Secara sederhana, skema ponzi ialah kemampuan untuk mengatur arus cash (cash flow) tanpa didukung dengan underlying asset dan manajemen risiko yang baik.
Selama masih ada dana baru (fresh money) yang masuk, maka piramida ponzi ini akan tegak berdiri dan pemilik dana menikmati keuntungan. Dana segar dari nasabah baru ini dipakai untuk membayar nasabah lama.