Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Desmon Silitonga
Head Investment

Analis PT Capital Asset Management, alumnus Pascasarjana FE UI.

First Travel dan Skema Ponzi

Kompas.com - 23/08/2017, 09:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Kondisi ini akan terus terjadi. Pendek kata, semakin banyak nasabah baru yang masuk, maka semakin kuatlah piramida itu.

Sebaliknya, ketika nasabah baru tersendat, maka goyahlah fondasi piramida ini. Sebagai informasi, kasus skema ponzi dengan kerugian terbesar di dunia terjadi di AS tahun 2008 yang dilakukan oleh Bernard Madoff.

Ditambah lagi, kalau dana baru yang masuk itu disalahgunakan oleh pemiliknya karena dana ini langsung ditransfer ke rekening operasional perusahaan, seperti yang terjadi pada kasus di FT.

Moral hazard akan selalu muncul ketika uang dalam jumlah besar dipegang oleh orang yang tidak memiliki integritas tinggi. Dana itu akan dianggap sebagai milik sendiri. Padahal, itu dana nasabah.

Untuk meminimalkan kondisi seperti ini, maka di sinilah pentingnya pemisahan rekening operasional perusahaan dengan rekening dana nasabah.

Hal seperti ini ini telah diterapkan di perusahaan sekuritas (brokerage) dan manajer investasi (MI). Nasabah sekuritas akan dibekali dengan sebuah subrekening, sehingga nasabah tersebut dapat memantau saldo dananya sewaktu-waktu.

Demikian juga nasabah yang berinvestasi di produk reksa dana yang dikelola oleh manajer investasi.

Dana investasi nasabah ini tidak ditransfer ke rekening MI. Sebaliknya, ditransfer dan disimpan di bank kustodian yang terpisah dengan rekening operasional manager investasi.

Dengan rekening terpisah ini, maka perusahaan sekuritas dan MI tidak akan semena-mena untuk menyalahgunakan dana nasabah, seperti yang terjadi pada FT.

Perlu diperhatikan

Oleh sebab itu, berkaca dari kasus FT ini, maka ada hal-hal yang harus selalu diperhatikan.

Pertama, masyarakat harus lebih selektif, kritis, dan curiga ketika ada berbagai penawaran, baik investasi, perjalanan umrah, maupun yang lain, yang berbeda dari rate yang ditawarkan oleh pasar.

Dalam kondisi seperti ini, masyarakat harus lebih aktif meneliti perusahaan yang menawarkan produk tersebut, kredibilitas pemilik dan pengelolanya, perizinan dari otoritas, dan rekam jejaknya di bisnis tersebut.

Bagaimanapun, mengingat luasnya cakupan (coverage) wilayah Indonesia, maka penawaran yang menggiurkan akan selalu bermunculan, khususnya di daerah perdesaan. Dan, biasanya model bisnisnya tidak jauh-jauh dari skema ponzi.

Sayangnya, meski kasus skema ponzi telah sering dan menimbulkan kerugian yang sangat besar, tetap ada saja yang terjebak dan tergiur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com