Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bea Cukai akan Permudah Izin Impor Barang

Kompas.com - 04/09/2017, 06:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) berupaya menciptakan iklim usaha yang sehat dengan menertibkan praktik impor berisiko tinggi.

Hal ini membuat sejumlah barang impor tidak bisa masuk ke Tanah Air yang imbasnya adalah kekosongan barang.

Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, penertiban ini memang membuat barang yang tidak memenuhi izin impor tidak bisa masuk.

“Bukan tertahan (di pelabuhan). Selama tidak penuhi izin, tentunya tidak bisa masuk karena kami sudah tertib,” katanya saat ditemui usai rapat di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akhir pekan lalu.

Namun demikian, kini, pihaknya tengah menyiapkan kemudahan untuk pelaku usaha dalam melakukan kegiatan impor yang legal dan resmi. Kemudahan tersebut salah satunya adalah dalam hal perizinan impor.

“Kami bimbing dan beri kemudahan, yang penting mereka legal dan resmi. Tentu kami bantu dari sisi operasional pada saat mereka lakukan kegiatan impor.

Kemudahan ini, menurut Heru, akan didetilkan secara teknis. Adapun relaksasi atau kemudahan ditujukan untuk komoditas prioritas yang dibutuhkan oleh industri kecil. Misalnya, sutra yang tidak diproduksi di dalam negeri akan diberi kemudahan oleh pemerintah supaya pengrajin batik di Pekalongan bisa memproduksi.

“Juga akan ada optimalisasi pemanfaatan Pusat Logistik Berikat sebagai sentral material yang dibutuhkan,” jelasnya.

Ia melanjutkan, terkait hal ini akan ada pengumuman dari Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada pengusaha. Namun, Heru tidak menyebutkan kapan waktu persisnya.

“Ini nanti ada pengumuman dari pimpinan bahwa akan ada tentunya kemudahan bagi industri kecil dan menengah yang mau kegiatan impornya secara legal. Tentunya nanti akan ada semacam kemudahan-kemudahan perizinan salah satunya,” kata dia.

Direktur Eksekutif Center Indonesia of Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, adanya penertiban impor berisiko tinggi ini akan memperketat masuknya impor barang berisiko tinggi.

Namun, di sisi lain, kebijakan ini akan membuat potensi kelangkaan barang yang selama diimpor secara borongan. Dengan demikian, menurut dia, perlu ada solusi atau jalan tengah agar impor walaupun tertib, tetapi tetap mudah.

Menurutnya, hambatan-hambatan impor yang ada saat ini harus ditiadakan supaya bisa masuk sesuai aturan.

“Perlu dicari solusi bagaimana barang bisa masuk prosedural dalam waktu cepat, dan kita manfaatkan untuk menciptakan substitusi domestiknya,” kata Yustinus.

Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yuki Nugrahawan Hanafi menyatakan evaluasi impor beresiko untuk menekan angka penyelundupan ini jangan terlalu lama terkatung-katung. Pasalnya perubahan ini cukup mengganggu proses bisnis perusahaan importir barang yang masuk dalam impor berisiko tinggi.

Dari sejumlah barang yang masuk dalam kategori impor berisiko tinggi, ia bilang, tekstil impor termasuk jenis yang cukup terkena imbas. Menurut Yuki, banyak terjadi kekosongan barang tekstil impor di pedagang eceran.

"Saya menerima laporan terjadi kekosongan barang, misalnya di Mangga Dua pembelian barangnya menurun karena barangnya memang tidak ada. Untuk itu kami mendorong pemerintah jangan terlalu lama melakukan evaluasi larangan terbatas," ujarnya.

 

Berita ini diambil dari kontan.co.id dengan judul: Bea Cukai akan permudah izin barang impor

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ormas Bakal Bisa Kelola Izin Tambang, Ini Alasan Bahlil

Ormas Bakal Bisa Kelola Izin Tambang, Ini Alasan Bahlil

Whats New
TRIS Bakal Bagikan Dividen Final, Simak Besarannya

TRIS Bakal Bagikan Dividen Final, Simak Besarannya

Whats New
Kenaikan BI Rate Tak Beri Dampak Langsung ke Industri Fintech Lending

Kenaikan BI Rate Tak Beri Dampak Langsung ke Industri Fintech Lending

Whats New
Menteri Trenggono Ungkap Ada 5 Perusaahan Vietnam yang Tertarik Investasi Benur

Menteri Trenggono Ungkap Ada 5 Perusaahan Vietnam yang Tertarik Investasi Benur

Whats New
Stagwell Tambahkan Leverate Group ke Program Global Affiliate

Stagwell Tambahkan Leverate Group ke Program Global Affiliate

Whats New
Tertahan Sejak 2022, Bea Cukai Akhirnya Serahkan Alat Belajar SLB ke Pihak Sekolah

Tertahan Sejak 2022, Bea Cukai Akhirnya Serahkan Alat Belajar SLB ke Pihak Sekolah

Whats New
BI Beberkan Perbedaan Kondisi Ekonomi Saat Ini dengan Krisis 1998

BI Beberkan Perbedaan Kondisi Ekonomi Saat Ini dengan Krisis 1998

Whats New
Kemenperin: Indeks Kepercayaan Industri April Melambat Jadi 52,30

Kemenperin: Indeks Kepercayaan Industri April Melambat Jadi 52,30

Whats New
Intip 'Modern'-nya Pasar Tradisional Lebak Budi di Lampung, Usai Tawar Menawar Bayarnya Pakai QRIS

Intip "Modern"-nya Pasar Tradisional Lebak Budi di Lampung, Usai Tawar Menawar Bayarnya Pakai QRIS

Whats New
IHSG Ditutup Menguat 119 Poin, Rupiah Masih Lesu

IHSG Ditutup Menguat 119 Poin, Rupiah Masih Lesu

Whats New
Logam Mulia Bisa Jadi Pelindung Aset, Bagaimana Penjelasannya?

Logam Mulia Bisa Jadi Pelindung Aset, Bagaimana Penjelasannya?

BrandzView
KKP Mulai Uji Coba Penangkapan Ikan Terukur, Ini Lokasinya

KKP Mulai Uji Coba Penangkapan Ikan Terukur, Ini Lokasinya

Whats New
Namanya 'Diposting' Jadi Menteri BUMN di Medsos, Menteri KKP: Kita Urus Lobster Dulu...

Namanya "Diposting" Jadi Menteri BUMN di Medsos, Menteri KKP: Kita Urus Lobster Dulu...

Whats New
Genjot Dana Murah, Bank Mega Syariah Gelar Program Tabungan Berhadiah

Genjot Dana Murah, Bank Mega Syariah Gelar Program Tabungan Berhadiah

Whats New
Foxconn Tak Kunjung Bangun Pabrik di RI, Bahlil: Masih Nego Terus...

Foxconn Tak Kunjung Bangun Pabrik di RI, Bahlil: Masih Nego Terus...

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com