Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Kata Masyarakat soal Rencana Biaya Top Up Uang Elektronik?

Kompas.com - 17/09/2017, 19:19 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) segera mengeluarkan peraturan mengenai pengenaan biaya pengisian ulang alias top up uang elektronik. Nantinya, bank sentral memberi kebebasan perbankan penerbit kartu elektronik untuk menarik biaya top up.

Bagaimana pendapat masyarakat mengenai rencana tersebut?

Abdul Rozak, warga Kalibata Jakarta Selatan mengaku keberatan dengan rencana tersebut. Ia sudah menggunakan uang elektronik selama 1 tahun untuk naik transjakarta dan commuter line.

"Gue sih secara pribadi keberatanlah, kebijakan ini bikin ribet, orang bakal males pakai uang elektronik. Seharusnya kan bank atau pemerintah bikin promo yang bisa menarik orang lebih banyak pakai uang elektronik," kata Rozak kepada Kompas.com, Minggu (17/9/2017).

Baca: Biaya Top Up Uang Elektronik Bebani Pengguna Jalan Tol

Selain untuk transportasi umum, ia juga kerap menggunakan uang elektronik untuk berbelanja di gerai Indomaret. Isi ulang uang elektronik di gerai tersebut, konsumen sudah dikenakan biaya tambahan sebesar Rp 1.000.

Kemudian isi ulang uang elektronik di halte transjakarta juga dikenakan biaya tambahan sebesar Rp 2.000. Dengan demikian, pegawai swasta itu meminta pemerintah menyosialisasikan terlebih dahulu mengenai rencana ini.

Baca: YLKI: Biaya Top Up Uang Elektronik Tidak Fair untuk Konsumen

"Harusnya pemerintah bisa menanggung biaya itu, bukannya membebani pengguna kartu. Pemerintah kurang kreatif cari duit," kata Rozak.

Dia memperkirakan, pemerintah tidak akan merugi jika menanggung biaya tambahan tersebut. Menurut dia, tanggungan biaya tambahan ini tidak akan "mengguncang" APBN atau keuangan perbankan.

Pandangan serupa juga dikemukakan Rahadian, seorang mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di kawasan Depok. Dia menggunakan uang elektronik untuk berbelanja dan membayar tol.

Baca: Jasa Marga Jelaskan Kasus Top Up E-Toll di GT Pondok Ranji

Dia mengatakan, uang elektronik ini merupakan fasilitas yang diberikan perbankan. Saat membeli kartu, konsumen telah dikenakan biaya kartu.

"Lagian aneh juga, kenapa (pemerintah) baru berencana menerapkan sekarang kebijakan itu? Apa karena momentum pemakaian uang elektronik buat tol?" kata Rahadian.

Dia berharap, pemerintah maupun perbankan tak menambah biaya top up uang elektronik.

Halaman:



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com