Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Keseharian Warga di Posko Pengungsian Gunung Agung

Kompas.com - 28/09/2017, 21:50 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

KARANGASEM, KOMPAS.com - Matahari bersinar terik saat saya tiba di Banjar Dinas Bukit Tabuan, Desa Bukit, Karangasem yang berjarak sekitar 12 kilometer dari Gunung Agung, Kamis (28/9) siang.

Di desa tersebut, ada sebuah posko bagi warga pengungsi yang bertempat tinggal sekira 8 kilometer dari Gunung Agung. Posko yang didirikan oleh Dompet Dhuafa tersebut menampung 70 kepala keluarga atau sekitar 208 jiwa.

"Yang kita tampung itu warga dari 1 banjar, mengungsi di sini," kata Hasan, warga sekaligus relawan dan koordinator posko pengungsian tersebut.

Hasan menuturkan, warga mulai meninggalkan tempat tinggalnya dan mengungsi sejak Jumat (22/9/2017). Kala itu, Hasan dan warga sudah mengetahui kondisi tanggap darurat. Adapun sebagian kaum remaja tetap berada di kampung asal mereka untuk berjaga-jaga.

Posko pun didirikan di sebuah kompleks masjid. Warga menempati bangunan di kompleks masjid dengan membawa pakaian dan barang-barang berharga lainnya.

Tidak hanya anak-anak dan wanita, di antara warga yang mengungsi juga ada beberapa manula.

Hasan menuturkan, ada kemungkinan jumlah pengungsi akan bertambah apabila aktivitas Gunung Agung meningkat. Ia memprediksi posko tersebut setidaknya bisa menampung hingga 500 orang.

Bantuan pun diakuinya mulai berdatangan dari berbagai pihak, yakni dari Dompet Dhuafa, beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan majelis taklim.

Adapun bantuan dari pemerintah baru mulai diterima pada Selasa (26/9/2017). Bantuan tersebut berupa beras dan mi instan.

Ketika saya tengah berbincang dengan Hasan, puluhan anak berkumpul di pelataran masjid, bermain dan bercanda penuh tawa. Seorang relawan mendampingi mereka bermain dan mendongeng, agar terhindar dari trauma mengungsi.

Hasan menyatakan, selama mengungsi, anak-anak itu terpaksa tidak bersekolah. Ia akan berkoordinasi dengan pihak sekolah dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk mengusahakan anak-anak yang mengungsi dapat tetap sekolah di beberapa sekolah terdekat.

Terkait kesehatan para pengungsi, Hasan mengatakan sudah ada sejumlah bantuan berupa obat-obatan. Tim pelayanan kesehatan pun sudah datang. "Sudah ada yang sakit pernapasan, gatal-gatal, sakit gigi, demam," tutur Hasan.

Ketika ditanya sampai kapan warga akan mengungsi, Hasan mengaku tidak tahu. Pasalnya, periode pengungsian sangat bergantung kepada aktivitas Gunung Agung.

"Sementara belum bisa diprediksi, karena gempa terus meningkat. Pengungsi juga belum mau pulang karena tempat tinggal mereka ada di zona kuning," jelas Hasan.

Setelah itu saya pun ditawari menyantap hidangan yang dimasak warga di dapur umum. Mereka memiliki jadwal memasak setiap hari, dengan para pengungsi pria memasak nasi, dan pengungsi wanita memasak lauk-pauk.

Sambil berbaur dengan warga, saya menikmati hidangan sederhana. Namun rasanya mewah, karena saya dikelilingi gelak tawa anak-anak dan senyum warga yang tetap menghiasi wajah meski dibayangi bencana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com