Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikritik Apindo Soal Lelang Gula Rafinasi, Ini Jawaban Bappebti

Kompas.com - 06/10/2017, 13:58 WIB
Aprillia Ika

Penulis

MALANG, KOMPAS.com - Pasar lelang Gula Kristal Rafinasi (GKR) akan segera bergulir setelah aturannya hadir pada 17 Maret 2017 lalu.

Pasar lelang GKR merupakan pasar lelang elektronik yang menyelenggarakan transaksi jual beli GKR secara online dan real time dengan metode Permintaan Beli (Bid) dan Penawaran Jual (Offer). Volume Penjual atau Pembeli sebanyak 1 ton, 5 ton, dan 25 ton.

Pengaturan perdagangan GKR melalui pasar lelang diharapkan dapat menjaga ketersediaan, penyebaran, dan stabilitas harga gula nasional, serta memberi kesempatan usaha yang sama bagi industri besar dan kecil dalam memperoleh GKR.

Namun, upaya ini mendapat kritikan dan penolakan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Apindo berpandangan seharusnya pemerintah mengontrol harga gula agar lebih efektif dibanding negara tetangga ketimbang menerapkan sistem lelang.

Apindo juga berpendapat, industri besar tidak akan menjual GKR ke pasaran dan menyebabkan terjadinya rembes ke pasaran.

Karena, GKR merupakan bahan baku untuk makanan atau minuman. Menurut Apindo, menjual makanan atau minuman olahan akan mendapatkan nilai yang lebih besar ketimbang menjual gula kristal rafinasi ke pasaran.

"Kalau (tujuannya agar) harga GKR lebih murah bagi UKM rasanya secara alamiah sulit. Pasti yang duitnya besar akan mendapatkan penawaran yang besar," ujar Hariyadi Sukamdani, Ketua Apindo di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Rabu (27/9/2017).

Bagaimana tanggapan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengenai hal ini?

Bachrul Chairi, Kepala Bappebti mengatakan, bahwa pemerintah memiliki alasan tersendiri untuk menggunakan skema lelang ini. Terutama, untuk menekan kebocoran GKR di pasaran dan memberikan UKM harga yang murah. 

Dia memaparkan, saat ini rembesan gula rafinasi di pasar diestimasi mencapai 300.000 ton per tahun. Namun, ada perhitungan lain yang mengestimasi rembesannya mencapai 700.000 ton per tahun.

Gara-gara rembesan tersebut, sebanyak 1,5 juta ton gula petani yang tidak bisa dipasarkan. Padahal, konsumsi gula masyarakat terus terjadi.

"Rembes 300.000 ton itu baru dari sisi industrinya, belum dari sisi makanan-dan minumannya. Dengan konteks yang ada sekarang, siapa pembocornya kami belum tahu tetapi yang penting adalah adanya regulasi yang pas untuk mencegah rembesan," kata Bachrul saat acara pelatihan wartaan industri perdagangan berjangka komoditi di Malang, Jumat (6/10/2017).

Menurut Bachrul, pemerintah saat ini perlu memiliki neraca gula, sehingga pemerintah bisa melihat berapa jumlah kebutuhan GKR yang pas. "Sebab jika saat ini jumlah rembesan GKR ke pasar masih simpang siur, sudah jelas ada yang memainkan," lanjutnya.

Dengan demikian, sistem lelang yang diberlakukan bisa menjawab kebutuhan pemerintah akan neraca gula. Pemerintah akan mendapatkan data dashboard yang bisa digunakan.

"Lelang ini untuk siapa? untuk UKM dan perusahaan yang termarginalkan karena tidak punya legalitas selama ini. Sebab ada 70 persen perusahaan yang ikut lelang dengan harga murah. Dengan sistem ini semua perusahaan harus melaporkan harga, kontrak dan realisasinya," lanjut Bachrul.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com