Globalisasi memang akan mengaburkan batas-batas suatu negara. Globalisasi menekan kebijaksanaan suatu negara yang menutup diri terhadap perdagangan antarnegara.
Liberalisasi, kompetisi bebas akan terus mendesak sehingga dapat mengakses seluruh wilayah Indonesia demi kepentingan usaha. Deregulasi akan memaksa adanya kompetisi bebas antarmaskapai penerbangan, tidak hanya domestik, tetapi juga internasional.
Hal-hal demikian tentu akan meningkatkan angkutan udara, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan pelayanan. Namun, di sisi lain akan mengurangi peran pemerintah pusat dan rasa kesatuan negara.
Untuk menjaga kesatuan wilayah negara, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah membangun infrastruktur pelabuhan laut dan udara besar di beberapa kota Indonesia.
Pertanyaan klasiknya adalah mana yang lebih dahulu disiapkan, pembangunan infrastruktur agar diikuti pertumbuhan perdagangan, atau peningkatan perdagangan agar diikuti pertumbuhan infrastruktur (trade follow the ships or ships follow the trade)?
Dalam kondisi Indonesia saat ini, menurut saya, sebaiknya infrastruktur didahulukan. Perlu pembangunan pelabuhan laut (seaport) dan pelabuhan udara (airport) yang besar, modern, dan lengkap, yang tidak hanya economically viable, tetapi juga financially feasible sebagai gateway dan hub Indonesia.
Dengan demikian, jaringan transportasi udara di dalam wilayah Indonesia tetap dilakukan di bandar udara Indonesia dan dengan sendirinya menggunakan pesawat berbendera Indonesia.
Lalu Tri Wijaya Nata Kusuma
Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Taiwan 2017/2018
PhD Program – Industrial Management, National Central University, Taiwan (ppidunia.org)