Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Hal Ini Jadi Sorotan KPPU terhadap Maraknya Transportasi Online

Kompas.com - 23/10/2017, 19:57 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengungkapkan ada tiga hal yang disoroti instansinya terkait maraknya perkembangan transportasi online.

Pertama, pemerintah diminta tidak mengeluarkan regulasi yang merugikan salah satu pihak, baik dari transportasi konvensional maupun online.

"Tidak boleh ada regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah yang membatasi salah satu pihak untuk berbisnis di sektor atau kegiatan ekonomi. Artinya, regulasi sebisa mungkin memberikan insentif bagi pelaku usaha untuk berusaha di sektor tertentu," kata Syarkawi, di kantor KPPU, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2017).

Pengelola transportasi konvensional maupun online harus diberikan peluang yang sama untuk melakukan usaha di bidang jasa transportasi.

(Baca: Kemenhub: Taksi Online Di Luar Negeri Pakai Stiker)

Setelah itu barulah pemerintah berpikir mengenai adaptasi transportasi konvensional ke online, agar tidak menimbulkan masalah di lapangan.

"Proses transisi ini sangat penting untuk dikelola pemerintah, sehingga tidak ada pelaku usaha dan masyarakat yang dirugikan akibat regulasi yang dibatasi," kata Syarkawi.

Selain itu, menurut dia, rencana pengubahan kepemilikan transportasi online dari pribadi menjadi badan usaha sangat menyulitkan. Sebab, lanjut dia, banyak pihak yang ingin masuk ke dalam usaha transportasi online.

Soroti Sistem Kuota

Di sisi lain, KPPU juga menyoroti sistem kuota. KPPU menilai, sistem ini rawan kongkalikong antara pemberi dan penerima kuota.

Pembatasan kuota menjadi hambatan bagi pelaku usaha baru dan merugikan konsumen di tengah keterbatasan transportasi publik. Sebab, pembatasan kuota membuat ketersediaan transportasi menjadi berkurang.

(Baca: Penetapan Kuota Taksi Online Berdasarkan Pergerakan di Wilayah)

"Oleh sebab itu, kami di KPPU menyarankan, kenapa enggak masalah kuota ini diserahkan saja kepada mekanisme yang ada di pasar, nanti pasar yang akan tentukan berapa jumlah armada yang dibutuhkan," kata Syarkawi.

Penerapan kuota, lanjut dia, harus sesuai antara jumlah permintaan dan jumlah kendaraan yang disiapkan. Hal ketiga yang disoroti adalah equal treatment atau pelayanan terhadap konsumen.

Dia mencontohkan, mesti ada jaminan keamanan baik dari transportasi konvensional maupun online.

Selain itu, ia menyarankan pemerintah melakukan penegakan hukum yang sama bagi pengelola transportasi konvensional maupun online.

Dia mencontohkan, peremajaan unit taksi baru dapat diremajakan kembali setelah beberapa tahun membeli mobil baru. Sedangkan tak ada regulasi yang mengatur mengenai peremajaan transportasi online.

"Ini kan enggak fair. Saya kira ke depannya harus ditertibkan ulang oleh pemerintah," kata Syarkawi.

Kompas TV Mengatur Transportasi Online

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

Whats New
Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Whats New
Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com