Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bos BEI: Bu Susi, Tolong Bu, Susi Air-nya Go Public Dong...

Kompas.com - 30/10/2017, 05:30 WIB
Aprillia Ika

Penulis

DUBAI, KOMPAS.com - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mendapatkan pertanyaan sulit dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Kok bisa dollar AS naik tapi indeks bursa mencapai level 6.000?

Tito dalam sesi sharing dengan sejumlah media di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) mengungkapkan pertanyaan Menteri Susi tersebut dan mencoba menjawabnya.

Tito berseloroh, bahwa kinerja bursa hingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tembus level 6.000 adalah peran dari para menteri di kabinet, terutama menteri wanita.

"Ini karena menteri wanitanya wonder woman, jagoan semua," canda Tito, Sabtu (28/10/2017) malam.

Dia kemudian menjelaskan alasan utama dari membaiknya kinerja bursa walaupun dollar AS menguat yakni akibat membaiknya perekonomian Indonesia di 2016 dan 2017.

Pada dua tahun tersebut, Tito menilai perbandingan antara inflasi dengan BI rate sudah ideal. Sampai September 2017, inflasi di level 3,82 persen sementara BI rate di level 4,25 persen.

Jika dibandingkan dengan 1997 dan 1998, kondisi saat ini sudah jauh membaik sebab di 1997-1998 perekonomian Indonesia terpuruk. Saat itu rating kredit Indonesia hanya C. Bahkan Indonesia dianggap negara yang pas-pasan saja, kalah dengan Filipina dan Vietnam.

Kredit rating sendiri merupakan penilaian yang dilakukan lembaga-lembaga pemeringkat dari Amerika Serikat (AS) apakah negara yang dinilai tersebut memiliki kemampuan untuk membayar utangnya atau tidak. Di 2017, kredit rating Indonesia bahkan sudah mencapai investment grade.

Namun dari sisi MSCI, Indonesia masih belum bagus hingga 2017 ini. MSCI ini digunakan untuk menentukan bobot investasi suatu negara. Saat ini porsi Indonesia dalam MSCI Emerging Markets setara dengan 2,54 persen dikali 1,5 triliun dollar AS atau sekitar 38 miliar dollar AS.

Menurut Tito, hal ini berakibat pada pasar saham Indonesia yang masih kecil. Situasi saat ini, market cap BEI Rp 6.600 triliun-Rp 6.800 triliun. Transaksi mencapai Rp 7,5 triliun per hari.

Di 2017 bahkan BEI mencatatkan IPO tertinggi sebanyak 31 perusahaan melakukan listing di bursa. Tapi rata-rata yang IPO adalah small medium enterprise (SME) sehingga harga saham hanya rata-rata Rp 600 perak, jauh dibandingkan negara tetangga yang harga per saham bisa mencapai rata-rata Rp 2.000.

"Ini yang kita lihat seolah-olah value besar tetapi nilainya kecil. Padahal untuk perusahaan yang melakukan IPO, kita ini yang terbanyak di ASEAN," kata Tito.

Apa bukti pasar saham Indonesia masih kecil padahal sudah mencapai market cap Rp 6.000 triliun?

Tito mencontohkan sebuah perusahaan asal AS, Black Rock, yang menduduki ranking pertama 400 perusahaan aset manajemen di dunia.

Total dana kelolaan satu perusahaan ini saja sekitar 4,82 miliar dollar AS di 2015. Sementara di AS sendiri ada sekitar 500.000 triliun dana yang diinvestasikan di dunia.

Halaman:



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com