Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sugiono Si Raja Tandon Air Indonesia

Kompas.com - 11/11/2017, 11:14 WIB
Kompas TV Prihatin dengan kondisi tempat tinggal yang tak layak huni. Seorang polisi rela menjual sepeda motornya untuk biaya pembangunan rumah warga.


Bisnis tandon air

Seorang pebisnis tidak hanya mengandalkan kemampuan produksi dan penjualan. Namun, pengusaha juga harus mahir mengelola keuangan. Perputaran uang yang sehat menjadi kunci kelanjutan operasional sebuah perusahaan.

Saat berbisnis kasur lipat, Sugiono pun menghadapi masalah berupa perputaran uang yang seret.  Meski kasur lipatnya laris, tapi banyak pelanggan tidak membayar tepat waktu. Kondisi ini cukup mengganggu keuangannya, hingga memaksa Sugiono menutup usaha kasur lipatnya.

Dia pun beralih ke bisnis jual beli bahan baku. Kali ini, Sugiono menyasar konsumen korporasi. Tapi sayang usaha ini juga tidak bertahan lama. Sebab, konsumen sering menekan harga produk sehingga bisnisnya pun gulung tikar.

Namun pria berusia 61 tahun ini bukanlah orang yang mudah menyerah. Ia menjajal peruntungannya dengan membuat tangki air, setelah mengendus adanya peluang berbisnis tangki air. Maklum, saat itu, banyak rumah yang mengandalkan pasokan air minum dari perusahaan air minum. Alhasil, muncul kebutuhan tandon air untuk menampung pasokan air bersih di rumahnya.

Baca juga: Kisah Ali Muharam Bangun Bisnis Makaroni Ngehe hingga Hasilkan Rp 3 Miliar Per Bulan

Namun  kali ini ia tidak sendirian. Sugiono menggandeng saudaranya yakni Paul Slamet. Mereka pun membentuk perusahan baru dengan modal Rp 14 juta pada tahun 1980-an.

Pada bisnisnya kali ini, Sugiono lebih percaya diri lantaran Paul punya pengalaman dan kemampuan mengelola uang dan administrasi  perusahaan. Sementara, ia bisa fokus pada proses produksi.

Hanya, bisnis barunya ini berbeda dengan sebelumnya, khususnya dalam penggunaan bahan baku. Jika saat produksi kasur lipat, dia banyak menggunakan besi, untuk membuat tandon bahan baku yang dipakai adalah plastik.

Oleh karena itu, sebelum memulai bisnis ini, Sugiono menimba ilmu dan pengalaman ke Taiwan. "Saya mendapatkan ilmu dari kanan kiri, mencoba inovasi dengan konsep yang sudah ada untuk  menghasilkan produk yang lebih pas dan lebih bagus," sebutnya.

Tangki air Penguin pun meluncur pada 1982. Kali ini, Sugiono tak menjual secara langsung pada konsumen. Ia menggunakan tenaga pemasar untuk menjangkau toko-toko di sekitar Jakarta. Perlahan tapi pasti, produknya berhasil mendapatkan perhatian konsumen.


Berkah krisis moneter

Berbagai strategi disusun agar produk yang dihasilkan benar-benar diterima pasar. Sugiono memutuskan memproduksi tangki dengan ukuran yang lebih besar dari produk yang ada saat itu. Produk Penguin memiliki pilihan ukuran 500 liter, 3.900 liter dan 5.000 liter. Selain itu, dia memberi garansi tangki airnya bisa bertahan selama selama 18 tahun.

Dengan strateginya itu, tangki air Penguin pun langsung diterima pasar. Penjualan dan pendapatan perusahaan pun terus meningkat.

Namun, lagi-lagi ia harus berhadapan dengan pengusaha yang meniru produknya dengan harga miring dan kualitas lebih rendah.

Sugiono tidak terpancing dengan ikut membanting harga dan kualitas. Dia tetap mempertahankan kualitas produk untuk menjaga kesetiaan pelanggan. Menurut Sugiono, harga produknya tergolong murah bila dibandingkan dengan kualitas dan jaminan yang diberikan kepada konsumen.

Di tengah persaingan yang ketat, Dewi Fortuna masih berpihak pada Sugiono. Kala itu, memasuki krisis moneter tahun 1998, banyak  pengusaha yang gulung tikar karena tidak mampu membeli bahan baku. Nilai tukar rupiah atas dollar AS naik tinggi, sehingga banyak pengusaha tidak lagi sanggup berproduksi atau membayar utang.

Di tengah krisis  ekonomi yang menjadi horor pelaku usaha di Tanah Air itu, Sugiono mengaku malah memperoleh berkah. Ia mendapatkan  keuntungan karena sudah memiliki stok bahan baku dalam jumlah besar.

Kesempatan itu, ia manfaatkan untuk mengisi kekosongan penjualan tangki air dari para pesaingnya. Ia mengirim surat kepada para pelanggannya dan para pemilik toko yang sering menjual tangki air.

Dalam surat tersebut, ia memastikan produknya tetap ada dan harga tidak berubah alias tidak naik. "Tidak apalah saya rugi sedikit hitung-hitung ongkos promosi. Tapi, nanti orang lihat barang saya masih ada terus di toko-toko yang jualan," kenangnya.

Sugiono juga tidak mengurangi jumlah karyawan. Bisnis tetap berjalan seperti biasa. Dengan langkah itu tangki air Penguin semakin populer.

Saat kondisi ekonomi mulai membaik, dia pun dengan perlahan menyesuaikan harga jual di pasaran.  Meskipun sudah lolos dari krisis, Sugiono tetap melakukan inovasi agar produknya tetap diminati pasar.

Halaman:
Sumber


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com