Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Direktur BPJS Kesehatan Jelaskan Soal Defisit Rp 9 Triliun

Kompas.com - 16/11/2017, 12:15 WIB
Yoga Hastyadi Widiartanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu belakangan beredar kabar bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami defisit Rp 9 trilIun. Direktur BPJS Kesehatan Fachmi Idris angkat bicara menjelaskan hal tersebut.

Menurut Fachmi, isu soal defisit bukan hal baru. Instansinya sudah sering disebut demikian, meski sebenarnya tidak mengalami masalah apa pun.

Saat bincang dengan Kompas.com, Rabu (14/11/2017) sore, Fachmi mengatakan bahwa defisit yang saat ini tercatat sebenarnya di bawah Rp 7 triliun.

"Defisit transaksi berjalan tahun ini tidak sampai Rp 9 triliun, itu kurang dari Rp 7 triliun. Kalau ke depannya ya masih dihitung. Angkanya keluar akhir desember," terang Fachmi.

Baca juga : Alami Defisit, BPJS Kesehatan Jamin Pelayanan Tak Terganggu

Soal anggaran sendiri, menurutnya, dibuat selalu balance antara pengeluaran dan pendapatan. Caranya dengan menghitung pengeluaran, prediksi pemanfaatan rata-rata per orang, lalu hitung pendapatan yang ideal dengan iuran serta pengeluaran tersebut.

Namun pada prakteknya, iuran yang diambil tidak sesuai dengan hitungan aktuaria. Misalnya pengeluaran Rp 23.000 dan iuran peserta Rp 20.000, ini ada gap Rp 3.000. Lalu untuk kelas 3, pengeluaran iuran Rp 53.000 tapi iuran Rp 45.500, ada gap Rp 7.500.

"Inilah yang kemudian disebut sebagai defisit, rugi, dan lain-lain," ujar Fachmi.

"Setelah hitung dan iurannya tidak match, itu kami bicarakan dalam rencana kerja tahunan. Secara teori, paling dasar, ya (bisa diperbaiki) dengan menyesuaikan iuran. Tapi sekarang, kata Presiden jangan dulu disesuaikan dengan hitungan aktual karena masalah daya beli masyarakat," imbuhnya.

Baca juga : Tiga Opsi BPJS Kesehatan Keluar Dari Defisit Anggaran

Pilihan lain yang dipertimbangkan, agar iuran yang masuk sesuai dengan pengeluaran adalah dengan mengurangi manfaat BPJS. Namun, menurutnya, pilihan ini tidak diambil.

Akhirnya, menurut Fachmi, opsi yang akan diambil untuk menyelesaikan masalah defisit tersebut adalah mengadakan sin tax atau pajak dosa.

Wacana yang sedang dibahas adalah mengambil pajak dosa dari cukai rokok. Besarannya sekitar 75 persen dari porsi pajak cukai rokok yang dialokasikan ke sektor kesehatan.

"Sekarang ini belum cukup. Kalau ingin pajak dosa yang murni ya, seluruhnya untuk kesehatan. Tapi sementara waktu ini, sudah bagus," imbuhnya.

Kompas TV Beragam persoalan terkait layanan pasien program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat atau JKN-KIS mengemuka di sejumlah daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com