Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Tindak Pidana Korporasi dari MA Masih Membingungkan Pengusaha

Kompas.com - 16/11/2017, 13:20 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kalangan pengusaha menilai aturan Tindak Pidana Korporasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung melalui Peraturan Mahkamah Agung (Perma) 13 Tahun 2016 masih terlalu umum.

Mereka menganggap harus ada pembahasan lebih lanjut supaya pengusaha bisa mendapatkan kepastian hukum dan kenyamanan dalam bekerja, tanpa harus khawatir terseret kasus yang disebabkan oleh pelaku perorangan.

"Kami masih belum memiliki kesatuan konsep. Saya kira, untuk kepastian kami semua, baiknya diseragamkan," kata Direktur dan Chief Legal PT Adaro Energy Tbk, M Syah Indra Aman, dalam diskusi yang diselenggarakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (16/11/2017).

Indra menjelaskan, dari kacamata pengusaha, perlu penyeragaman mengenai beberapa hal, di antaranya definisi korporasi, pemahaman terhadap aturan terkait lainnya, hingga siapa saja yang bisa dikenakan aturan Tindak Pidana Korporasi.

Baca juga : Pengusaha Indonesia di Dokumen Surga Belum Tentu Pengemplang Pajak

 

Dia mencontohkan, masih ada penjelasan yang ambigu tentang bagaimana membedakan pelaku tindak pidana bertindak mewakili korporasi atau sebagai pribadinya saja.

"Pemisahan tanggung jawab kapan seorang pengurus melakukan suatu perbuatan masih dalam kapasitas perwakilan korporasi, kapan sebagai pribadi," tutur Indra.

Selain itu, Indra juga menyarankan penjelasan lebih lanjut terhadap pasal pembiaran yang tertera di Perma 13/2016.

Baca juga : Pengusaha: Kalau Mau Fair, Online Juga Kena Pajak

 

Penjelasan yang dimaksud adalah mengenai apa ukuran pembiaran seperti yang dimaksud dalam peraturan itu, dan apa yang harus dilakukan pihak perusahaan supaya tidak terjerat pasal tersebut.

Perma 13/2016 telah diterbitkan Mahkamah Agung pada Desember 2016 silam. Tujuan awal pembentukan aturan ini dalam rangka menjunjung asas keadilan, di mana tersangka tindak pidana korupsi perorangan yang paling banyak diproses, sedangkan korporasi yang dinilai ada andil atau menerima keuntungan tidak terkena hukuman.

Kompas TV Asprindo menilai, persaingan usaha yang sehat bisa tercipta jika sektor e-commerce ikut dikenai pajak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com