Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Harus Konsisten Terapkan Regulasi Emisi Bahan Bakar Ramah Lingkungan

Kompas.com - 16/11/2017, 15:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah perlu konsisten dalam menerapkan bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan untuk kendaraan bermotor di Tanah Air. Apalagi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menerbitkan aturan terkait baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor.

Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mengatakan hal tersebut saat berbicara pada diskusi “Menjawab Tantangan Memproduksi BBM Ramah Lingkungan” yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S) dan Visi Dunia Energi di Jakarta, Kamis (16/11/2017).

“KLHK sudah menerbitkan regulasi yang merekomendasikan penjualan BBM harus berstandarEuro 4. Mestinya pemerintah konsisten dengan regulasi lingkungan hidup tersebut,” kata Tulus melalui siaran pers. 

Pada Maret 2017, KLHK menerbitkan regulasi soal baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru kategori M, kategori N, dan kategori O. Peraturan Menteri KLHK Nomor P.20/MENLHK/Setjen/KUM.1/3/2017 itu menetapkan penggunaan BBM tipe Euro4 mulai tahun depan secara bertahap hingga 2021.

Baca juga : Produsen Kertas Komitmen Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca

Namun, menurut Tulus, masa depan penerapan bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan menjadi suram seiring inkonsistensi pemerintah.

Apalagi pemberian izin operasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang menjadi BBM dengan research octane number (RON) 88 merupakan langkah mundur sekaligus ilegal karena bertentangan dengan regulasi yang diterbitkan KLHK.

Menurut Tulus, Indonesia sudah tertinggal dibanding negara-negara ASEAN lainnya dalam penggunaan BBM ramah lingkungan. Jika di Malaysia saja BBM yang beredar terendah adalah RON95, di Indonesia yang masih beredar BBM RON88 yang tidak lulus Euro 1.

Padahal, lanjut Tulus, sebagian besar konsumsen BBM di tanah air sudah beralih dari Premium dengan RON88. Hal ini ditunjukkan dengan data penjualan BBM jenis Pertalite dan Pertamax yang naik signifikan.

Baca juga : 3 Tahun Jokowi-JK, 26 Lokasi Ini Nikmati Harga BBM Seperti di Jawa

“Mumpung selisih harganya tidak terlalu tinggi, mestinyapemerintah memanfaatkan momentum ini untuk mendorong peningkatan konsumsi BBM dengan RON tinggi,” tegas dia.

Tulus mengungkapkan pemberian izin operasi SPBU yang menjual RON rendah menunjukkan inkonsistensi kebijakan pemerintah di sektor energi.

Jika pemerintah konsisten, penggunaan energi baru terbarukan dan minimal energi bersih yang didorong. BBM RON tinggi merupakan salah satu wujud kebijakan energi bersih.

 “Energi fosil, jelas berkontribusi besar pada kerusakan lingkungan. Di Jakarta itu saat yang sehat adalah saat mudik Lebaran. Setelah itu buruk. Itu bisa dirasakan betul. Sepeda motor 13 juta, mobil 4,6 juta. Jadi sudah lebih tinggi dari jumlah penduduk,” ungkap dia.

Menurut Tulus, di Jadebotabek, tidak hanya soal mengatasi kemacetan, tapi bagaimana penggunaanBBM yang terintegrasi dengan sektor transportasi. Di Eropa misalnya, BBM tidak dikenakan pajak, namun cukai.

“Jadi BBM harus diwacanakan untuk dikenakan cukai, sebagai dampak netralitas terhadap lingkungan. Jadi selain penanggulangan transportasi tapi juga dari sisi penanggulangan dampak lingkungan,” kata dia.

Polusi Udara 

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com