Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konektivitas ASEAN Kawasan Timur Digenjot, "Open Sky" Jadi Sorotan

Kompas.com - 03/12/2017, 12:00 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

TARAKAN, KOMPAS.com - Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) mendorong peningkatan kegiatan ekonomi di antara 4 negara yang berada pada kawasan ASEAN bagian timur tersebut.

Salah satunya adalah mendorong peningkatan konektivitas.

Dalam pertemuan Menteri BIMP-EAGA ke-21 yang diselenggarakan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kalimantan Utara, Tarakan, Sabtu (2/12/2017), para delegasi setuju bahwa konektivitas perlu ditingkatkan. Dengan demikian, sektor perdagangan dan pariwisata pun dapat digenjot.

Kedua sektor tersebut memiliki potensi yang besar untuk menumbuhkan ekonomi di kawasan ASEAN bagian timur. Namun, dalam menggenjot konektivitas, topik mengenai open sky atau kebijakan bersama membuka wilayah udara, kemudian mengemuka.

Open sky Indonesia dianggap masih terbatas, sehingga ada usulan harus ditambah.

(Baca juga: Hadapi Open Sky 2015, Maskapai Nasional Dibayangi Masalah Harga Avtur)

Saat ini, bandara internasional di Indonesia yang sudah menerapkan open sky antara lain Bandara Internasional Soekarno Hatta, Bandara Internasional Kualanamu, Bandara Internasional Juanda, Bandara Internasional Sultan Hassanudin, dan Bandara Internasional Ngurah Rai.

Adapun, beberapa rute penerbangan di kawasan ASEAN bagian timur dianggap tak hanya dapat meningkatkan konektivitas antarnegara anggota BIMP-EAGA, namun juga mendorong pariwisata. Rute penerbangan tersebut salah satunya adalah Pontianak-Kuching.

Menanggapi hal tersebut, Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Bidang Hubungan Ekonomi, Pembangunan Manusia, dan Kebudayaan Raldi Hendro Koestoer menyebut, kebijakan open sky terkait pula dengan keamanan.

Sehingga, pemerintah mengantisipasi agar kebijakan ini tidak menimbulkan adanya kegiatan ilegal.

"Ini menyangkut keamanan karena kita posisinya di tengah. Agar tidak dikhawatirkan adanya aktivitas ilegal," ujar Raldi.

(Baca juga: Sambut "Open Sky", Garuda "Pede" Bersaing dengan Singapore Airlines)

Ia pun menjelaskan, open sky bukanlah keterbatasan. Pasalnya, saat ini pun Indonesia memiliki sejumlah bandara dan pelabuhan internasional.

Pengaturan bandara dan pelabuhan tersebut juga mengikuti pola kebijakan ASEAN. Raldi menyatakan, hal yang dilakukan Indonesia terkait open sky adalah menjunjung kedisiplinan.

"Port (pelabuhan) dan airport itu ujung tombak kita, pintu kita. Sehingga, harus lebih secure (aman) dan tidak mudah dimasuki hal-hal yang sifatnya ilegal," ucap Raldi.

Sebagai informasi, Indonesia telah menandatangani perjanjian open sky ASEAN pada 2016. Kebijakan ini mencakup perjanjian multilareral di antara 10 negara anggota ASEAN untuk menyatukan regulasi udara mereka ke dalam pasar penerbangan tunggal.

Dengan meningkatkan konektivitas seperti itu, maka negara-negara anggota ASEAN menargetkan peningkatan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. ASEAN sendiri saat ini merupakan rumah bagi 600 juta jiwa.

 

Kompas TV Bandara Internasional Jawa Barat Siap Beroperasi 2018
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com