Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerugian akibat Kemacetan di Jabodetabek Capai Rp 100 Triliun

Kompas.com - 04/12/2017, 09:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kerugian akibat kemacetan lalu lintas setiap tahun terus meningkat. Data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional menunjukkan, tahun ini di Jabodetabek kerugian mencapai Rp 100 triliun, sementara di Jakarta Rp 67, 5 triliun.

Demikian disampaikan Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono dalam diskusi di Jakarta, Minggu (3/12/2017).

Dia mengatakan, untuk mengurangi kerugian yang tidak harus terjadi tersebut, pihaknya, Kementerian Perhubungan, pemerintah daerah, dan pihak terkait lain telah mempersiapkan berbagai terobosan dan harus dilaksanakan secepatnya.

"Berbagai terobosan yang dipersiapkan tersebut telah dan terus dikomunikasikan oleh BPTJ dengan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dan kepala daerah di Bodetabek," katanya.

Baca juga: Bappenas: Kerugian akibat Macet Jakarta Rp 67 Triliun Per Tahun

Dia menyebutkan, BPTJ dan Pemprov DKI akan terus berkoordinasi menindaklanjuti program peningkatan layanan angkutan umum dan penanggulangan kemacetan di DKI Jakarta dalam lingkup penanganan se-Jabodetabek.

Bambang mengatakan, permasalahan transportasi Jabodetabek saat ini dengan kondisi tingkat kemacetan yang sangat tinggi, di mana rasio volume kendaraan dibandingkan dengan kapasitas jalan sudah mendekati 1 atau dengan kata lain sudah macet dan perlu penanganan.

Kedua, sepeda motor di jalan semakin dominan, sementara peran angkutan umum masih rendah.

"Saat ini penggunaan angkutan umum di Jakarta baru 19,8 persen dan di Bodetabek baru 20 persen," katanya.

Untuk itu, sebut dia, diperlukan program penanganan yang perlu segera diterapkan mengingat sejak tahun 2000 hingga 2010, data statistik jumlah kendaraan yang terdaftar mengalami peningkatan 4,6 kali.

Sementara itu, untuk pelaju dari wilayah Bodetabek menuju Jakarta ada sekitar 1,1 juta dan terus meningkat 1,5 kali lipat sejak tahun 2002.

Untuk pergerakan lalu lintas harian di Jabodetabek, dia menyebutkan, yang semula pada 2003 sebesar 37,3 juta perjalanan/hari meningkat 58 persen atau mencapai 47,5 juta perjalanan/hari pada 2015.

Dari 47,5 juta perjalanan orang per hari tersebut, sekitar 23,42 juta merupakan pergerakan di dalam Kota DKI, 4,06 juta adalah pergerakan komuter, dan 20,02 juta adalah pergerakan lainnya yg melintas DKI dan internal Bodetabek.

Perjalanan di Jabodetabek rata-rata didominasi sepeda motor, sebaran dari total pergerakan Jabodetabek didominasi sepeda motor, yakni 75 persen, kendaraan pribadi 23 persen, dan 2 persen oleh kendaraan angkutan umum.

"Hal ini tentu berdampak pada perekonomian dan lingkungan," katanya.

Ada beberapa terobosan yang sudah dan akan dilakukan, yaitu BPTJ dan Pemerintah Provinsi DKI yakin harus mendorong kebijakan, seperti penerapan ganjil genap, pengaturan sepeda motor, ramp metering di tol, electronic enforcement, dan pengaturan angkutan barang.

"Untuk bisa mendorong kebijakan tersebut, yang dipersiapkan adalah menyiapkan lajur khusus angkutan umum di wilayah Jabodetabek, park and ride yang memadai, menyiapkan berbagai alternatif angkutan umum, seperti jemputan, JR Connexion, dan JA Connexion," katanya.

Kompas TV Warga Jakarta pun sementara harus menunda dahulu keinginan mereka untuk menuju Bandara Soekarno-Hatta dengan menggunakan moda transportasi kereta api.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com