Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohamad Burhanudin
Pemerhati Kebijakan Lingkungan

Penulis lepas; Environmental Specialist Yayasan KEHATI

Sebuah Hikayat Bagi-bagi Hutan untuk Rakyat

Kompas.com - 05/12/2017, 07:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

SETAHUN silam, dari balik tembok Istana Negara, kabar gembira itu tiba: Presiden Joko Widodo dengan lantang menegaskan akan membagikan jutaan hektar lahan hutan untuk masyarakat, kelompok tani, dan masyarakat adat.

"Yang ada di kantong saya 12,7 juta hektar," tegas Presiden Jokowi.

Sebuah cita-cita yang mengerucut dalam program yang kemudian diberi nama perhutanan sosial. Harapan yang mengemuka oleh fakta puluhan tahun di mana proporsi hak kelola masyarakat terhadap sumber daya hutan selama ini sangat kecil dibanding korporasi, sehingga kerap memicu konflik dan turut memperparah kesenjangan ekonomi.

Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan, dari 25.863 desa di dalam dan sekitar kawasan hutan, sekitar 71 persen hidupnya bergantung pada hutan. Dari jumlah itu, 10,2 juta jiwa warga yang tinggal di kawasan tersebut masuk kategori miskin.

Maka, beleid pun dibuat dalam rupa: Peraturan Menteri LHK Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial.

Pada intinya, beleid ini menegaskan sebuah sistem pengelolaan hutan yang dilaksanakan dalam hutan negara atau hutan adat oleh masyarakat setempat sebagai pelaku utama. Tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.

Singkatnya, dengan beleid ini, masyarakat di dalam dan sekitar hutan memiliki akses legal untuk mengelola sumber daya hutan selama 35 tahun secara lestari.

Lokasi perhutanan sosial diproyeksikan tersebar, mulai dari ekosistem pegunungan, dataran rendah, rawa gambut, hingga kawasan mangrove.

Program perhutanan sosial yang dihelat pemerintah kali ini seolah mendaraskan dua pemikiran besar, yang berpuluh-puluh tahun seakan begitu jauh dari paradigma pengelolaan hutan di negeri ini.

Pertama, inilah antitesis terhadap pengelolaan perhutanan modern, sekaligus pengakuan terhadap pengolaan tradisional masyarakat. Kedua, memindahkan penguasaan pengelolaan sumber daya dari perusahaan ke masyarakat.

Namun, rupanya kita masih harus menghunus kesabaran lebih untuk merasakan dampak dari kebijakan ini. Sebab, alih-alih percepatan penghapusan kemiskinan masyarakat di dalam dan sekitar hutan, realisasi distribusi lahan hutan hingga dua tahun program perhutanan sosial berjalan begitu lambat, serta masih sangat jauh dari target.

Hingga akhir Oktober 2017, sesuai keterangan yang disampaikan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, dari 12,7 juta hektar target yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN) 2015-2019, baru sekitar 1,09 juta hektar, atau hanya 8,6 persen yang telah direalisasikan alokasinya untuk masyarakat.

Capaian itu terdiri atas 268 unit hak pengelolaan hutan desa (HPHD) seluas 494.600,83 hektar, 633 unit izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKm) seluas 255.741,67 hektar, izin usaha pemanfaatan hasil hutan pada hutan tanaman rakyat (IUPHHK-HTR) sebanyak 2.845 unit seluas 236.906,90 hektar, dan kemitraan kehutanan sebanyak 168 unit seluas 77.652,43 hektar.

Adapun untuk izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS) telah terdata sebanyak delapan unit seluas 5.439,9 hektar dan hutan adat sebanyak 10 unit seluas 8.795,34 hektar.

Padahal, dalam RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan, pada tahun 2017 ditargetkan tercapai setidaknya 7,6 juta hektar. Pada 2018, luasnya bertambah menjadi 10,1 juta hektar, sehingga pada 2019 diharapkan akan tercapai target secara keseluruhan, yakni 12,7 juta hektar.

Disparitas antara target dan capaian tersebut membuat banyak pihak mulai mempertanyakan tentang akurasi dan validitas angka 12,7 juta hektar tersebut. Sayangnya, hingga saat ini pemerintah belum mampu memberikan jawaban yang meyakinkan perihal besaran target tersebut.

Sejumlah sumber menyatakan, angka 12,7 juta merupakan perhitungan umum pemerintah dari 10 persen total luas hutan di Indonesia yang diperkirakan mencapai kisaran 120 juta. Namun, luasan hutan tersebut dibantah oleh sejumlah organisasi non-pemerintah yang meyakini bahwa hutan Indonesia saat ini tak lebih dari 80 juta hektar.

Kabar lain berembus bahwa 12,7 juta hektar merupakan akumulasi kasar dari perhitungan luas hutan dari beberapa sumber, antara lain hasil pemetaan hutan adat oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) seluas 6,2 hektar, Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) seluas 4 juta hektar, dan wilayah hutan kemasyarakatan (HKm) seluas 2,5 juta hektar.

Jika kabar ini benar, sesungguhnya angka 12,7 juta hektar belumlah luasan yang terverifikasi betul. Pertanyaannya, bagaimana bisa program berjalan di atas data yang demikian karut marut dan tak terekap dengan baik?

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com