Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohamad Burhanudin
Pemerhati Kebijakan Lingkungan

Penulis lepas; Environmental Specialist Yayasan KEHATI

Sebuah Hikayat Bagi-bagi Hutan untuk Rakyat

Kompas.com - 05/12/2017, 07:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Menteri KLHK Siti Nurbaya seusai rapat kabinet di Istana Negara pada akhir Oktober 2017 mengakui bahwa target distribusi lahan untuk program perhutanan sosial terlampau tinggi.

Diakuinya pula, angka 12,7 juta hektar yang disodorkan pada awal kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kallla tersebut tidak realistis untuk diwujudkan dalam kurun waktu 4-5 tahun (Sumber: Harian Kompas edisi 31 Oktober 2017, Target Perhutanan Sosial Sulit Tercapai).

Target luasan yang tertulis dalam Nawacita, menurut Siti, dihasilkan oleh tim transisi Jokowi-JK. Di awal program ini, Tim Transisi bahkan meminta agar pemerintah bisa membebaskan lahan untuk perhutanan sosial mencapai 40 juta hektar.

Angka tersebut kemudian diperkecil menjadi 12,7 juta hektar saja (Baca juga : Menteri Siti: Memangnya Bisa 40 Juta Hektare Lahan Selesai dalam 5 Tahun?).

Angka 12,7 juta hektar itu selanjutnya diambil dan dimasukan begitu saja ke dalam RPJMN pemerintah tanpa verifikasi.

Sayangnya, meski ketidakakuratan telah disadari, kenyataannya angka tersebutlah yang kemudian tetap diulang-ulang pemerintah--bahkan oleh Presiden langsung--ketika berbicara tentang perhutanan sosial dalam berbagai kesempatan.

Di samping ketidakakuratan data, realisasi perhutanan sosial--seperti disinggung sebelumnya--juga jauh dari kata cepat. Distribusi lahan nyatanya tidak mudah.

Belakangan, Kementerian LHK kerap memunculkan target capaian perhutanan sosial yang dipandang realistis hingga akhir 2019 dari semula 12,7 juta hektar ke level sekitar 4,38 juta hektar.

Inkonsistensi data ini membuat sejumlah kalangan mulai beranggapan bahwa perhutanan sosial seakan lebih terdengar sebagai janji politik belaka daripada sebuah program yang disiapkan, disusun, dan dikerjakan persiapan teknis yang matang, terukur, serta serius.

Kisah yang berulang

Sebagai negara dengan sumber daya hutan yang luas dan kaya, sejak lama hutan mempunyai nilai politis yang tinggi. Maka, kebijakan kehutanan yang bersifat populis nyaris selalu hadir dari satu rezim ke rezim berikutnya.

Semestinya hal tersebut tidak menjadi masalah selama kebijakan yang ada dijalankan secara konsisten dan berkesinambungan, dengan didasari data yang terukur.

Sayangnya, seperti nasib kurikulum pendidikan, kebijakan sistem pengelolaan hutan pun kerap berubah-ubah sesuai selera rezim yang berkuasa ataupun pejabat yang sedang memegang kendali.

Jauh sebelum pemerintahan Jokowi-JK mengusung perhutanan sosial, sistem pengelolaan hutan semacam ini sebelumnya telah banyak dikenal dengan berbagai terminologi, seperti kehutanan masyarakat, sistem hutan kerakyatan, dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat.

Berbagai pengertian tersebut menunjukkan keberadaan masyarakat sebagai aktor utama dalam pengelolaan hutan. Diawali dengan program Mantri-Lurah (Ma-Lu) dan Magelang-Malang (Ma-Ma) yang digagas dan diselenggarakan Perum Perhutani pada tahun 1972, sebuah sistem pemanfaatan hutan bersama masyarakat sekitar dengan konsep tumpang sari.

Lalu, pada tahun 1980-an muncul program HPH Bina Desa. Program ini konon muncul sebagai upaya pemerintah saat itu untuk menghapus citra bahwa hutan hanya menguntungkan orang kaya atau korporasi besar yang dekat dengan pusat kekuasaan.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com