Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amankah Negara Berutang Ribuan Triliun Rupiah?

Kompas.com - 10/12/2017, 16:00 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah berutang dari berbagai sumber hingga ribuan triliun rupiah dalam rangka membiayai pembangunan jangka panjang. Dengan utang sebesar itu, timbul pertanyaan, apakah negara dalam posisi yang aman serta bagaimana utang-utang tersebut dilunasi?

Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kementerian Keuangan Scenaider Clasein Siahaan menjelaskan, cara pemerintah mengelola utang sebagai pembiayaan itu menjadi satu-satunya cara agar negara berada dalam posisi aman. Ada sejumlah cara menjaga utang tetap aman dan bisa dimanfaatkan maksimal, seperti memilih tenor jatuh tempo sesuai dengan kebutuhan pembiayaan.

"Gabungkan efisiensi dengan risiko. Kami bisa cari utang murah, tapi itu jangka waktunya lebih pendek. Kalau 10 tahun tenor pinjamannya, itu bayar 6,7 persen per tahun. Kalau kami pinjam 1 tahun, itu harus siap-siap melunasi saat jatuh tempo dalam jumlah besar. Karena itu, yang kami lakukan adalah menggabungkan, jangan sampai semua 10 tahun karena itu lebih mahal," kata Scenaider saat berbincang dengan Kompas.com, Jumat (8/12/2017).

Menurut Scenaider, utang jangka panjang punya karakteristik bunga yang lebih besar, tetapi di satu sisi cicilan lebih ringan serta memiliki risiko keamanan lebih kecil.

Adapun karakteristik utang jangka pendek adalah bunga lebih kecil, tetapi masa pelunasan yang relatif cepat dinilai bisa mengganggu arus kas pembiayaan negara. Terlebih, jika penerimaan negara tidak terlalu besar.

"Bisa dibayangkan kalau utang Rp 3.800 triliun jatuh tempo dalam waktu 1 tahun, akan sangat berat bayarnya. Penerimaan pajak mungkin hanya sekitar Rp 1.700 triliun setahun. Kalau dikelola dengan baik, disebar, direncanakan 9 tahun penyebarannya, setiap tahun sekitar Rp 400 triliun. Bisa enggak bayar jatuh tempo Rp 400 triliun tiap tahun? Bisalah," ujar dia.

Selain itu, mata uang untuk utang yang juga diajukan bisa berbeda-beda. Masing-masing mata uang memiliki potensi risikonya masing-masing.

Scenaider menjelaskan, tidak bisa semua utang dalam mata uang rupiah. Juga tidak bisa seluruhnya menggunakan dollar AS, melainkan perlu dicampur dan ada porsi tersendiri terhadap mata uang tertentu.

"Kupon valas lebih rendah dari rupiah. Tapi masalahnya, kalau terjadi depresiasi, kami bayar lebih mahal. Jadi, digabungkan itu. Oke, ada risiko depresiasi, kami akan bayar lebih banyak rupiahnya. Kami hitung, simulasikan porsinya, berapa banyak valas dan berapa persen yang rupiah. Itu yang kami katakan, dikelola dengan hati-hati," tutur Scenaider.

Strategi itu sampai saat ini diterapkan pemerintah. Dari pengelolaan pembiayaan tersebut, pemerintah telah mendanai sejumlah proyek pengembangan sumber daya manusia serta pembangunan infrastruktur strategis lainnya.

KOMPAS Peringkat Utang Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Spend Smart
Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com