KOMPAS.com – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terus memberikan andil besar bagi perekonomian Indonesia. Mengutip laman bsn.go.id, dari produk domestik bruto (PDB), UMKM tercatat memberikan kontribusi hingga 57 persen.
Raihan nilai ekspor UMKM pun terbilang besar, per tahun rata-rata mencapai 17 persen dari total ekspor nasional. Dana yang dialirkan sebagai investasi pada UMKM tercatat rata-rata sebesar 49,31 persen dari total penanaman modal (investasi) nasional.
Fakta ini membuat pemerintah terus mendukung keberadaan UMKM. Hal ini pun semakin dikuatkan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Undang-undang tersebut menjadi dasar acuan bagi pemberdayaan UMKM di Indonesia.
Oleh sebab itu, demi mendukung daya saing dan pertumbuhan usaha di kalangan UMKM, sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah di tingkat pusat maupun daerah secara aktif ambil bagian dalam pemberdayaan UMKM sesuai dengan tanggung jawab dan bidang fungsi masing-masing.
Salah satu dukungan tersebut diberikan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Dukungan ini diberikan guna memperkuat daya saing dan pertumbuhan usaha UMKM, khususnya melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Memang, di era perdagangan bebas ini, peran standardisasi sangatlah vital. Standardisasi memungkinkan produk UMKM bertahan dari serbuan produk asing yang masuk ke pasar domestik. Lebih jauh, langkah tersebut juga akan membuka peluang UMKM untuk menembus pasar ekspor di tingkat regional dan akhirnya tingkat global.
Dalam praktiknya, BSN akan mendampingi UMKM untuk menyiapkan sistem mutu, menata proses produksi, serta menguji produk terkait proses sertifikasi SNI bagi UMKM.
Hal ini telah berhasil dilakukan BSN bersama pegiat UMKM lulusan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Nova Suparmanto.
Entepreneur muda ini merupakan Direktur Utama PT Putra Multi Cipta Teknikindo serta pemilik sanggar serta toko batik Astoetik.
Di bawah PT Putra Multi Cipta, ia memproduksi kompor energi listrik untuk membatik dengan merek dagang Astoetik. Kompor ini menggunakan teknologi modern yang hemat energi dan ramah lingkungan.
Berlabel SNI
Astoetik adalah salah satu dari sekian banyak UMKM yang sedang berada dalam pembinaan untuk menerapkan SNI. Kompor listrik ini menerapkan SNI IEC 60335-2-6 untuk persyaratan khusus kompor masak listrik terkait keselamatan.
Setelah menerapkan SNI IEC 60335-2-9:2010 “Peranti listrik rumah tangga dan sejenis – Keselamatan Bagian 2-9: Persyaratan khusus untuk pemanggang, pemanggang roti, dan pemasak portabel sejenis”, Astoetik lebih percaya diri untuk meningkatkan akses pasarnya.
Tak dapat dimungkiri, dalam hal menerapkan SNI, Nova mengatakan ada beberapa kendala yang dihadapi, di antaranya keterbatasan sumber daya manusia, kurangnya laboratorium penguji sehingga mengakibatkan tingginya biaya, minimnya komitmen, serta kurangnya kelengkapan legalitas, daftar merek dagang, dan dokumentasi mutu.
Namun, berkat dukungan BSN, Nova berhasil membawa Astoetik menjadi kompor batik listrik pertama asli Indonesia yang berstandar SNI.
Nova berhasil membuktikan bahwa sertifikasi SNI dapat membuka peluang pangsa pasar baru bagi kompor listrik hingga mampu menembus pasar nasional dan global.
Jika langkah ini bisa terus diwujudkan, tentu UMKM akan semakin memantapkan perannya dalam penyediaan lapangan pekerjaan dan mengentaskan masyarakat miskin di Indonesia.