PANGKALAN BUN, KOMPAS.com - Pengelolaan dana corporate social responsibility (CSR) bisa saja jadi objek audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal itu disampaikan Wakil Ketua BPK RI, Bahrullah Akbar, dalam kuliah umumnya dalam program BPK Goes to Campus di Universitas Antakusuma (Untama) Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Senin (8/1/2018) sore.
Bahrullah menyadari, penggelontoran dana CSR, yang dimandatkan undang-undang sebesar 2 persen untuk masyarakat sekitar perusahaan, merupakan ranah swasta. Tapi, menurutnya, ada dana CSR yang diserahkan dan dikelola pemerintah daerah.
"Karena tadi, swasta, BPK kok mau meriksa-meriksa. Tapi pas dia masuk ke pemerintah daerah, pemerintah ini kan menghasilkan sesuatu, bikin jalan, atau apa, ya kita audit karena itu masukan aset," jelasnya kepada Kompas.com seusai kuliah umum itu.
Baca juga : BPK Nilai Program Cetak Sawah Kementan Tak Langgar Aturan
Menurutnya, pemerintah daerah tak menyalahi aturan karena mengelola dana CSR. "Tapi kegunaannya secara efisen dan efektif. Yang penting dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Namun, guru besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) ini pun menyadari, meski kewajiban CSR telah dimandatkan dalam UU Nomor 40 tahun 2007, namun implementasinya masih belum selesai dibicarakan.
Ia menyayangkan, daerah seperti Kotawaringin, yang kaya akan sumber daya alam, dan banyak korporasi besar di sana, jika CSR-nya tak terkelola dengan baik. Ia menyebut ini sebagai 'perselingkuhan CSR'.
"Perusahaan di Kotawaringin, CSR di Jakarta. CSR itu diberikan pada lingkungannya," tuturnya saat berbicara dalam kuliah umum itu.
Sistem bagus
Dalam kesempatan itu, peraih doktor dari Universitas Padjajaran Bandung ini pun, mengklaim sistem auditing lembaganya sudah bagus.
"Karena kalau enggak bagus, kita enggak dipakai badan dunia untuk mengaudit. Tapi kalau ada yang tidak profesional, yang tidak memanfaatkan itu barangkali kita serahkan. Kita terus membangun, termasuk memperkenalkan BPK ke kampus-kampus," bebernya.
Baca juga: Ketika Opini Audit BPK Tak Lagi Bermakna
Ia menyebut jangan kasus satu dua auditor, yang sempat bikin heboh dalam jual-beli opini wajar tanpa pengecualian (WTP), memperburuk citra BPK.
"Yang paling penting, kami sama pemerintah daerah saling mendorong bukan cari-cari kesalahan. Jadi, memberikan rekomendasi-rekomendasi perbaikan. Tapi kalau ada yang salah, saya kasih data yang dibawa ke polisi, kejaksaan, KPK ada juga," ujarnya.